Catatan Perjalanan Guru

Rasa Ingin Berhenti

Menjadi guru berstatus honorer memang tidak mudah, apalagi saat dituntut dengan beban kerja dan profesionalisme tinggi, serta berbagai tugas administrasi yang menyita waktu. Kondisi seperti itu yang sering menggoyahkan hati. Menimbulkan rasa ingin berhenti dan berganti profesi lain yang menawarkan kesejahteraan yang lebih baik daripada menjadi guru.

ID

Guru Harus Terus Belajar

Banyak hal yang sudah saya lalui selama kurang lebih tiga tahun menjadi guru. Sebagai guru muda yang masih minim pengalaman, saya sering dipandang sebelah mata atau diremehkan oleh orang lain, termasuk oleh wali murid yang rata-rata berusia lebih tua dari saya. Lantas, bagaimana cara saya menyikapi hal tersebut?

ID

Guru Harus Memiliki Kreativitas

Selain itu, saat mengajarkan skala perbandingan, saya mengajak para siswa ke luar kelas untuk mengamati lingkungan sekitar secara langsung. Saya lalu meminta mereka menggambarkan hasil pengamatan tersebut dalam secarik kertas secara berkelompok. Dari hasil pengamatan tersebut, para siswa dapat berdiskusi mengenai perbandingan dan skala. Menurut saya, dengan cara ini siswa dapat lebih mengerti tentang pengertian skala perbandingan dan penggunaannya daripada hanya membaca buku modul.

ID

“Status Saya Sekarang Lebih Jelas”

Sebelum berstatus CPNS, saya pernah menjadi guru honorer. Bekerja sebagai guru honorer tidak mudah. Tugasnya banyak, tetapi gajinya tidak seberapa–bahkan bisa dibilang tidak layak dan tidak manusiawi. Gaji guru honorer di Kabupaten Bantul sekitar 300 ribu rupiah per bulan. Angka itu sangat jauh di bawah upah minimum regional wilayah. Padahal, untuk mendapatkan ijazah sarjana membutuhkan waktu, tenaga, dan biaya yang tidak sedikit.

ID

Membangun Kedekatan dengan Murid

Sejak awal menekuni profesi ini, saya selalu berusaha untuk bisa dekat dengan seluruh murid. Saya ikut main bareng, bersenda gurau, beristirahat, dan beribadah bersama mereka. Dari kebersamaan itu akan terbangun ikatan batin yang terasa sampai ke dalam hati. Pada akhirnya, mereka jadi lebih mudah menerima ilmu yang saya ajarkan.

ID

Menjaga Interaksi

Guru di sekolah sering disebut sebagai “orang tua kedua” siswa. Sebagai “orang tua kedua”, saya harus mengurusi siswa layaknya orang tua mereka di rumah. Mengurus siswa dalam jumlah banyak tidaklah mudah. Ada siswa yang suka menangis, bahkan ada siswa yang belum bisa buang air kecil atau buang air besar sendiri di kamar mandi (terutama siswa kelas bawah). Dibutuhkan kesabaran yang luar biasa untuk bisa mengerjakan tugas-tugas itu.

ID

Semua Karena Bahasa Inggris

Di sekolah tempat saya mengajar ada English Day tiap Selasa dan Kamis. Di kedua hari itu, tiap guru, karyawan, dan siswa memakai pin “I Speak English” dan berinteraksi menggunakan bahasa Inggris. Program ini sangat berkesan bagi saya. Ini adalah pertama kalinya saya mengajar di sekolah yang menggunakan bahasa Inggris untuk menyampaikan instruksi belajar kepada siswa.

ID