Tuesday, 7 April 2020

Guru Harus Terus Belajar

Foto ilustrasi: Novita Eka Syaputri

 

Artikel ini merupakan bagian dari seri "Catatan Perjalanan Guru” dengan tema hal penting yang terjadi dalam perjalanan sebagai guru muda.

 

Banyak hal yang sudah saya lalui selama kurang lebih tiga tahun menjadi guru. Sebagai guru muda yang masih minim pengalaman, saya sering dipandang sebelah mata atau diremehkan oleh orang lain, termasuk oleh wali murid yang rata-rata berusia lebih tua dari saya. Lantas, bagaimana cara saya menyikapi hal tersebut?

Saya menganggapnya sebagai motivasi dan kritik untuk terus meningkatkan kualitas diri. Kuncinya adalah, sebagai guru saya harus tegas, percaya diri, dan mampu menjalin komunikasi dengan orang lain, baik dengan wali murid maupun dengan murid yang berusia jauh lebih muda dari saya.

Di sekolah, seorang guru harus bisa menempatkan diri ketika berhadapan dengan orang yang jarak usianya cukup jauh. Agar dihargai oleh mereka, saya pun harus menghargai mereka. Misalnya dengan murid, sering kali guru menganggap mereka tidak tahu apa-apa dan bodoh. Padahal, jika guru mampu menjalin komunikasi yang baik, mau mendengarkan murid, guru bisa mendapatkan hal-hal baru yang bahkan mungkin belum diketahui sebelumnya. Bermain bersama murid atau mengamati mereka pada saat istirahat dapat menjadi bekal bagi guru untuk bisa memahami karakter murid.

Guru juga harus bisa menggurui dirinya sendiri. Guru dituntut untuk bisa memperbaiki dan meningkatkan kualitas dirinya. Ketika guru menasihati murid, nasihat tersebut juga ditujukan kepada guru sendiri karena pada akhirnya murid meniru tindakan dan ucapan guru. Maka itu, guru harus memperbaiki diri terlebih dahulu sebelum menasihati orang lain. Jangan sampai istilah jarkoni yang berarti iso ngajari raiso nglakoni (bisa memberi nasihat, tetapi tidak bisa melaksanakannya) tersemat pada diri guru.

Masyarakat umumnya menganggap guru mengetahui segala hal. Guru sering ditunjuk melakukan tugas-tugas yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya, termasuk yang tidak pernah dipelajari di bangku kuliah. Misalnya, ditunjuk menjadi pembawa acara (MC), memimpin doa, dan sebagainya. Oleh karena itu, guru harus terus mempelajari hal-hal baru, terutama soft skills yang belum dikuasai sebelumnya.

 

* Catatan ini ditulis oleh WA, guru SD di Provinsi Jawa Tengah.

** Semua tulisan yang dipublikasikan dalam Catatan Perjalanan Guru merupakan pandangan penulis, telah melalui proses penyuntingan untuk keperluan penulisan populer, dan tidak mewakili pandangan Program RISE di Indonesia ataupun penyandang dana RISE.


Bagikan Postingan Ini