Monday, 30 March 2020

Semua Karena Bahasa Inggris

Foto ilustrasi: Novita Eka Syaputri

 

Artikel ini merupakan bagian dari seri "Catatan Perjalanan Guru” dengan tema pengalaman berkesan selama menjadi guru.

 

Setiap pengalaman pasti meninggalkan kesan. Ada pengalaman yang berkesan baik, ada juga yang meninggalkan kesan kurang baik.

Saya senang sekali saat menyelesaikan Program Pendidikan Profesi Guru (PPG). Saya menanti waktu untuk bisa mengimplementasikan ilmu yang saya dapatkan di PPG. Dari Bogor, saya pulang ke Semarang untuk menjadi guru di kampung halaman.

Tinggal dan bekerja di kota tempat keluarga tinggal tentulah nyaman dan menyenangkan. Namun, setelah mengajar selama satu semester di Kota Atlas, saya merasa kondisi di sekolah tempat saya mengajar tidak memungkinkan untuk bisa mempraktikkan ilmu yang saya miliki. Saya pun berpikir untuk mencari kesempatan lain. Tujuan saya: Jakarta.

 

Harus Berbahasa Inggris

Menjadi guru muda profesional di Jakarta sungguh berkesan bagi saya. Mulai dari proses seleksi hingga praktik mengajar. Di sekolah tempat saya mengajar ada English Day tiap Selasa dan Kamis. Di kedua hari itu, tiap guru, karyawan, dan siswa memakai pin “I Speak English” dan berinteraksi menggunakan bahasa Inggris. Program ini sangat berkesan bagi saya. Ini adalah pertama kalinya saya mengajar di sekolah yang menggunakan bahasa Inggris untuk menyampaikan instruksi belajar kepada siswa.

Saat pertama kali mengajar di sekolah yang sekarang, saya antara sedih dan senang. Saya belum pernah mengajar menggunakan bahasa Inggris, tetapi materi pelajaran yang harus saya sampaikan sekitar 75% berbahasa Inggris. Saya sempat merasa kecewa terhadap diri sendiri karena sejak kecil tidak terlalu suka dengan bahasa Inggris. Tapi, saya lupakan perasaan tersebut dan mulai belajar lagi.

Saya pernah berpikir untuk menyerah, tetapi kemudian ingat bahwa bukan profesional namanya jika tidak berani mengambil risiko dan mau belajar lagi. Alhamdulillah saya mendapat banyak dukungan dari rekan-rekan guru dan kepala sekolah. Mereka membuka mata saya untuk terus belajar bahasa Inggris. Lebih dari itu, saya mendapat banyak ide dan motivasi untuk terus belajar dan memberanikan diri berbicara bahasa Inggris di depan para siswa.

 

Dikoreksi Siswa

Karena saya baru belajar berbahasa Inggris, kadang pelafalan saya masih kaku dan keliru. Saya sering tertawa sendiri saat dikoreksi oleh siswa karena pengucapan bahasa Inggris yang belum tepat. Saya pun terus membiasakan diri berbahasa Inggris di sekolah. Tiap hendak mengajar saya belajar bahasa Inggris dulu. Sehari-hari, saya juga belajar bahasa Inggris bersama siswa, rekan-rekan guru, dan orang-orang lain di sekolah. 

Pengalaman harus berbahasa Inggris ini mengubah hidup saya dan mempengaruhi karier saya. Saya harus mengubah kebiasaan supaya dapat mengaplikasikan kemampuan berbahasa Inggris ke dalam kehidupan pribadi maupun saat mengajar setiap hari. Selain mengajarkan ilmu pengetahuan kepada siswa, ternyata saya juga bisa belajar dari siswa. Dulu saya tidak bisa dan tidak suka bahasa Inggris. Sekarang, saya mulai menyukai dan menguasainya.

Saya akan terus semangat menggapai mimpi dan mengubah ketidakbisaan menjadi pengetahuan baru dan menguasainya. Jangan stop di satu kemampuan saja. Keluarlah dari zona nyaman dan raih tantangan yang ada di depan mata.

Semoga tiap fase hidup kita dapat menjadi ladang ibadah di akhirat nanti.

 

* Catatan ini ditulis oleh TBS, guru SD di Provinsi Jawa Tengah.

** Semua tulisan yang dipublikasikan dalam Catatan Perjalanan Guru merupakan pandangan penulis, telah melalui proses penyuntingan untuk keperluan penulisan populer, dan tidak mewakili pandangan Program RISE di Indonesia ataupun penyandang dana RISE.


Bagikan Postingan Ini