Foto ilustrasi: Novita Eka Syaputri
Artikel ini merupakan bagian dari seri "Catatan Perjalanan Guru” dengan tema berliku-liku mendapatkan pekerjaan sebagai guru.
Setelah menyelesaikan sidang skripsi pada Juni 2014, saya harus menunggu selama tiga bulan untuk wisuda. Saya pun mengisi waktu itu dengan mencari lowongan di Kota Malang di Provinsi Jawa Timur.
Saat berkunjung ke rumah dosen yang kebetulan juga seorang kepala sekolah di sebuah SD negeri di Malang, saya ditawari pekerjaan sebagai guru pendamping kelas 1 di sekolah tersebut. Tanpa pikir panjang, saya langsung mengiyakan tawaran tersebut. Waktu itu saya berpikir yang penting tidak menganggur dan bisa tetap tinggal di Malang.
Setelah menjadi guru pendamping selama sekitar empat bulan, saya diberi tahu bahwa guru yang saya dampingi akan mengakhiri masa tugasnya. Kepala sekolah lalu menawari saya untuk menjadi guru honorer di sekolah itu. Sebenarnya saya tertarik dengan tawaran tersebut, tetapi orang tua mempunyai pertimbangan lain. Mereka ingin saya pulang ke Trenggalek. Dengan berat hati, saya lalu mengikuti permintaan orang tua.
Di Trenggalek, sembari mencari lowongan, saya mengisi waktu dengan mengikuti kursus membuat kue dan memasak. Kegiatan itu saya lakukan untuk mengalihkan pikiran dari stres karena tak kunjung mendapat pekerjaan.
Pada Februari 2015, saya mendapat tawaran menjadi tenaga administrasi selama satu semester dari salah satu SD di dekat rumah. Setelah satu semester, saya mendapat jatah menjadi guru kelas 2, namun tetap merangkap sebagai tenaga administrasi. Rasanya melelahkan sekali mengerjakan tugas-tugas terkait dua peran tersebut. Dalam kelas yang saya ajar, terdapat dua siswa yang lambat belajar sehingga saya harus berusaha lebih keras dalam mengajar. Banyak sekali ilmu baru yang saya terima dari pengalaman bekerja di SD ini yang tidak saya dapat di bangku kuliah.
Setelah satu tahun pelajaran berlalu, ada guru pegawai negeri sipil (PNS) yang dimutasi ke SD tempat saya bekerja. Saya pun harus kembali ke pekerjaan awal saya, yaitu sebagai tenaga administrasi.
Perubahan itu membuat saya kecewa, sedih, dan hampir menyerah karena tidak bisa mengajar. Saya menemui kebosanan yang luar biasa saat harus mengerjakan tugas-tugas tenaga administrasi. Meskipun saya mampu mengerjakan semuanya dengan baik, tetapi pekerjaan itu bukan bidang saya. Saya lulusan Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD); saya disiapkan untuk menjadi guru, bukan tenaga administrasi.
Dalam hati saya bertanya-tanya, apakah seterusnya akan seperti ini? Menjalani pekerjaan yang tidak sesuai dengan angan dan keinginan saya. Saya lalu meminta izin kepada orang tua untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S-2, dan mendaftar ke salah satu perguruan tinggi negeri di Surabaya.
Sembari menunggu pengumuman penerimaan di kampus tersebut, saya mendapat informasi dari grup teman-teman kuliah tentang Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) Prajabatan Bersubsidi. Saya baca dengan baik segala persyaratannya, termasuk yang mengharuskan saya untuk tidak menikah selama menjalani program tersebut.
Orang tua menyetujui saya untuk mendaftar ke Program PPG. Tak lama, saya dinyatakan lulus tes administrasi tahap 1. Saya pun melanjutkan tes tahap selanjutnya, yaitu mengerjakan soal-soal di komputer. Seminggu setelah tes kedua itu, saya mendapat email dari perguruan tinggi tempat saya mendaftar S-2 yang menyatakan saya diterima di kampus tersebut.
Saat itu saya bimbang; apakah melanjutkan pendidikan S-2, mengikuti Program PPG, atau menjalani keduanya. Tetapi, saya ragu bisa menjalani keduanya karena bila diterima di Program PPG, bisa saja saya ditempatkan di luar Surabaya. Saya lalu memutuskan untuk tidak meneruskan pendaftaran S-2 dengan pertimbangan bisa melanjutkan pendidikan itu setelah menyelesaikan Program PPG.
Tiga bulan berlalu, pengumuman penerimaan Program PPG belum juga keluar. Saya pun mulai galau lagi. Tetapi, tak lama kemudian saya mendapat kabar bahwa saya lolos dan dapat melanjutkan tes tahap 3 terkait bakat dan minat. Walaupun tidak tahu akan lolos atau tidak, tetapi semangat saya muncul kembali.
Setelah itu, saya kembali harus menanti pengumumannya selama berbulan-bulan. Betapa senangnya saya ketika mengetahui saya dinyatakan diterima dalam Program PPG dan ditempatkan di lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK) Universitas Muhammadiyah Malang.
Banyak suka dan duka yang saya lewati selama menjalani Program PPG itu. Setelah lulus Program PPG, saya kembali bimbang karena tidak lolos tes seleksi Calon Aparatur Sipil Negara (CASN). Waktu itu saya hampir menyerah untuk menjadi guru. Saya sempat ditawari pekerjaan lama sebagai tenaga administrasi, tetapi saya tidak tertarik. Sekarang saya mengajar di sekolah lain sebagai guru kelas 5 SD.
* Catatan ini ditulis oleh DP, guru SD di Provinsi Jawa Timur.
** Semua tulisan yang dipublikasikan dalam Catatan Perjalanan Guru merupakan pandangan penulis, telah melalui proses penyuntingan untuk keperluan penulisan populer, dan tidak mewakili pandangan Program RISE di Indonesia ataupun penyandang dana RISE.