Sunday, 2 May 2021

Pembelajaran Tatap Muka Kembali Dimulai, Sekolah Perlu Memulihkan Penurunan Kemampuan Siswa

Foto ilustrasi: Novita Eka Syaputri

 

Artikel ini ditulis dalam rangka Hari Pendidikan Nasional yang diperingati setiap 2 Mei.

 

Penutupan sekolah pada masa pandemi COVID-19 menimbulkan dampak yang merugikan anak-anak, seperti ketaktercapaian belajar, penurunan kemampuan siswa, rentan putus sekolah, semakin melebarnya ketimpangan pengetahuan, dan terganggunya perkembangan emosi dan kesehatan psikologis.

Kajian UNICEF menyebutkan, anak yang tidak dapat mengakses sekolah tatap muka akan semakin tertinggal dan termajinalkan. Sementara, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menemukan angka anak putus sekolah meningkat pada masa pandemi ini, terutama pada kelompok anak dari keluarga berstatus sosioekonomi rendah.

Melihat kenyataan ini, membuka kembali sekolah tatap muka di tengah situasi pandemi yang belum berakhir menjadi pilihan yang sangat perlu dipertimbangkan. Tentu, pada pelaksanaannya, pembelajaran tatap muka perlu dilakukan secara hati-hati. Protokol kesehatan harus dipraktikkan secara ketat. Pada saat yang sama, sekolah perlu mengupayakan pemulihan penurunan kemampuan siswa agar siswa memperoleh pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan mereka sehingga tidak semakin tertinggal akibat learning loss.

Penutupan sekolah di Indonesia akibat pandemi COVID-19 telah berlangsung sejak Maret 2020. Untuk mencegah memburuknya learning loss atau penurunan kemampuan siswa, pemerintah melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri mengizinkan sekolah untuk kembali menyelenggarakan pembelajaran tatap muka. Pada Maret 2021, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengumumkan sekolah dapat kembali melakukan pembelajaran tatap muka pada tahun ajaran 2021/2022 dengan menerapkan protokol kesehatan. 

 

Uji Coba Sekolah Tatap Muka di Sejumlah Daerah 

Menurut survei Direktorat Sekolah Dasar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sebanyak 80,4 persen kepala sekolah dan komite sekolah telah sepakat untuk menggelar kembali pembelajaran tatap muka. Survei tersebut dilakukan terhadap 591 responden di 46 kabupaten/kota yang terdiri dari 128 Guru, 138 siswa, 139 wali murid, 140 kepala sekolah, dan 46 dinas pendidikan kabupaten/kota.

Hasil survei juga mendapati 78,3 persen sekolah dasar telah melaksanakan pembelajaran tatap muka. Sebanyak 57,8 persen sekolah melaksanakannya di luar sekolah, dan 42,2 persen sekolah tidak melaksanakannya di luar sekolah.

Sumatera Barat merupakan provinsi pertama yang menggelar sekolah tatap muka pada awal 2021. Di Solo, Jawa Tengah, sebanyak 23 sekolah dan satu madrasah telah melakukan pembelajaran tatap muka pada Maret lalu. Daerah-daerah yang melakukan uji coba sekolah tatap muka pada April 2021 di antaranya Kota Mataram, DIY Yogyakarta, DKI Jakarta, dan Kota Banjarmasin.

I Ketut Budiarsa (Budi), Plt. Kepala Sekolah SDN 26 Pemecutan, Kota Denpasar, Provinsi Bali yang pernah menjadi salah satu narasumber dalam acara Diskusi Pendidikan Program RISE di Indonesia, bercerita tentang tanggapan sekolah, guru, serta orang tua murid di sekolahnya mengenai rencana dibukanya kembali sekolah tatap muka. Sekolah yang dipimpin Budi hingga saat ini masih menerapkan pembelajaran jarak jauh.
 

“Sekolah menyambut positif [rencana tersebut] karena ada kendala [dalam] belajar online [pada pembelajaran] yang harus dilakukan secara tatap muka. Guru juga sudah kangen bertemu murid. Begitu juga dengan anak-anak, sudah kangen untuk berinteraksi kembali bersama teman-temannya. Orang tua banyak juga yang ingin sekolah segera dibuka karena kesulitan mengajari anak karena minat belajar anak cenderung menurun. Namun, ada juga orang tua yang masih ragu atau khawatir terhadap kesehatan dan keselamatan anaknya.”

Jika hasil uji coba pembukaan sekolah yang dipimpin Budi kurang baik, dan tingkat keparahan kasus COVID-19 di daerahnya masih tinggi, mau tidak mau pembelajaran jarak jauh akan dilanjutkan.

Dalam mempersiapkan pembelajaran tatap muka, sekolah wajib memenuhi daftar periksa dan menerapkan protokol kesehatan yang ditetapkan oleh pemerintah. Di samping itu, sekolah juga perlu mempersiapkan cara memulihkan penurunan kemampuan siswa pada masa pandemi.  

 

Memulihkan Penurunan Kemampuan Siswa 

Sejumlah simulasi menunjukkan, terhentinya kegiatan belajar reguler akibat pandemi COVID-19 dapat menyebabkan penurunan kemampuan siswa yang lebih besar dibandingkan penurunan kemampuan siswa akibat libur sekolah. Dampak dari penurunan kemampuan siswa ini sangat besar, bersifat permanen, dan bisa memengaruhi pendapatan hidup mereka saat dewasa kelak.

Program RISE di Indonesia telah menerbitkan pedoman untuk memulihkan penurunan kemampuan siswa saat sekolah tatap muka dibuka kembali. Langkah pertama dalam pedoman tersebut adalah sekolah harus menyampaikan secara jelas kepada orang tua, baik melalui pertemuan langsung dalam kelompok-kelompok kecil ataupun daring, mengenai rencana membuka kembali sekolah untuk pembelajaran tatap muka.

Selanjutnya, ketika siswa mulai masuk sekolah kembali, sekolah perlu segera melakukan asesmen pembelajaran pada semua siswanya untuk melihat titik awal (baseline) kemampuan siswa setelah berbulan-bulan menjalani pembelajaran yang minimal dan tidak teratur. Asesmen pembelajaran ini penting dilakukan karena sarana belajar dan dukungan orang tua sangat beragam dalam mendukung siswa menjalani pembelajaran jarak jauh pada masa pandemi. Kondisi ini menyebabkan ketimpangan pembelajaran antarsiswa makin lebar. Siswa dengan sarana dan dukungan terbatas paling merasakan dampak negatif dari dihentikannya kegiatan belajar di sekolah. Tanpa intervensi khusus saat sekolah dibuka kembali, siswa dari keluarga berstatus sosioekonomi rendah akan semakin jauh tertinggal dari siswa berstatus sosioekonomi tinggi.

Dalam memulihkan penurunan kemampuan siswa akibat pandemi, perlu diingat bahwa penilaian perkembangan siswa tidak harus selalu mengacu kepada standar kurikulum, melainkan pada peningkatan dari titik awal pengetahuan siswa—yang diperoleh dari hasil asesmen pembelajaran saat siswa masuk sekolah kembali. Selain itu, ketika menyusun rencana untuk memulihkan penurunan kemampuan siswa, sekolah juga sebaiknya tidak menetapkan target yang terlalu tinggi yang dapat menimbulkan tekanan baru pada guru dan siswa. Sekolah sebaiknya fokus pada perbaikan kemampuan literasi dan numerasi siswa yang menurun selama sekolah ditutup.

Pedoman untuk memulihkan penurunan kemampuan siswa saat sekolah tatap muka dibuka kembali ini juga memuat aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam pengajaran yang efektif untuk meningkatkan hasil belajar. Hal ini penting dilakukan khususnya bagi siswa dengan kemampuan akademik rendah, agar mereka dapat mengejar ketertinggalan. Sekolah dapat mengadopsi contoh-contoh diferensiasi pengajaran yang dijabarkan dalam dokumen ini dan menyesuaikannya dengan kondisi siswa di sekolah.

Belajar dari pengalaman betapa timpangnya praktik pembelajaran jarak jauh, semua pihak harus bekerja sama untuk mendukung anak-anak Indonesia mendapatkan pendidikan yang berkualitas, baik secara tatap muka maupun jarak jauh. Contoh langkah sederhana yang sangat mungkin untuk dicoba adalah sekolah bekerja sama dengan masyarakat di tingkat RT/RW untuk mengadakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok kecil di balai warga atau ruangan dengan ventilasi yang baik.

Semoga pemerintah, sekolah, dan orang tua dapat bekerja sama dalam memfasilitasi kegiatan belajar siswa baik di sekolah maupun di rumah. Anak-anak Indonesia berhak mendapatkan pendidikan yang berkualitas, baik secara tatap muka maupun jarak jauh.

Selamat Hari Pendidikan Nasional!


Bagikan Postingan Ini