Foto ilustrasi: Novita Eka Syaputri
Artikel ini merupakan bagian dari seri "Catatan Perjalanan Guru” dengan tema seandainya bisa mengulang waktu, apakah akan tetap menjadi guru?
Memutar waktu untuk mengubah masa depan? Tidak pernah sekali pun saya terbayang akan hal ini karena hanya dapat terjadi dalam cerita fiksi di novel dan film.
Jika saya bisa mengulang masa lalu, saya akan tetap memilih pekerjaan saya yang sekarang, yaitu menjadi seorang guru. Tidak pernah sekali pun muncul perasaan menyesal karena sudah memilih profesi ini.
Menjadi guru adalah pekerjaan yang saya cita-citakan sedari kecil. Melihat guru mengajar di depan kelas, baik saat di Taman Kanak-kanak maupun di sekolah dasar, membuat saya ingin menjadi seperti mereka.
Saking kagumnya dengan profesi guru, saat kecil saya dan teman-teman sering bermain peran menjadi guru dan anak-anak sekolah. Sosok Ibu yang saya banggakan juga salah satu faktor yang menyebabkan saya ingin menjadi seorang guru. Rasanya bangga sekali memiliki orang tua yang bekerja sebagai guru.
Guru = Orang Tua Kedua
Orang tua telah menitipkan anak-anaknya di sekolah untuk mendapatkan ilmu dan pendidikan. Oleh karena itu, saya mengemban tanggung jawab yang tinggi karena guru bisa dibilang orang tua kedua bagi murid.
Di sekolah, tugas saya mulai dari merencanakan kegiatan pembelajaran, mengayomi murid-murid hingga memberikan pengajaran dan menyebarkan kegembiraan dalam proses pembelajaran.
Saya sudah mencapai cita-cita saya menjadi guru. Kini, saya tinggal memaksimalkan usaha-usaha saya sebagai seorang guru.
Banyak pengalaman berkesan yang saya dapatkan dari bekerja sebagai guru. Setiap hari saya menemui murid-murid dengan keunikan mereka masing-masing. Melihat ekspresi yang para murid ungkapkan setiap hari sudah cukup membuat hati saya senang.
Selain itu, melihat perubahan sikap murid, dari yang awalnya belum mandiri, tidak mau belajar kecuali ditemani orang tua, sampai bisa mandiri belajar di sekolah merupakan pencapaian bagi saya. Membimbing murid yang awalnya belum bisa membaca sampai akhirnya mampu membaca dan menulis dengan baik seperti teman-temannya juga meninggalkan kesan yang baik bagi saya. Kedekatan dengan murid dan orang tua murid merupakan hal yang tidak dapat tergantikan.
Pengalaman Paling Berkesan
Selain itu, pengalaman paling berkesan menjadi guru adalah ketika mendapati murid yang saya bimbing mendapatkan penghargaan ketika mengikuti lomba. Rasa bangga dan senang menyelimuti saya saat kemenangan murid tersebut diumumkan. Kerja keras yang ditunjukkan, berbagai latihan yang dilakukan, waktu yang dihabiskan, kesabaran yang dituangkan, semangat murid yang tercurah, dan saat-saat lomba yang membuat gugup, pada akhirnya membuahkan hasil.
Walaupun saat ini murid tersebut sudah bersekolah di sekolah menengah pertama, ia masih berhubungan baik dengan saya. Saat tahun-tahun sudah berlalu dan ada murid yang masih ingat dengan apa yang telah kita lakukan, motivasi apa lagi yang dibutuhkan seorang guru?
Saya tidak sabar mendengar kabar murid-murid yang dulu saya ajar menjadi orang-orang yang sukses. Ketika saya tetap menjadi seorang guru, murid-murid saya tidak akan tetap menjadi seorang siswa.
Suatu saat nanti mereka akan memiliki ilmu yang lebih tinggi dari saya dan mendapatkan pekerjaan yang beragam. Bisa jadi anak yang sekarang saya ajar di sekolah, kelak akan bertemu kembali dengan saya sebagai seorang presiden.
Tidak ada yang tahu akan masa depan mereka, namun saya sangat menantikan kesuksesan mereka. Jika pengalaman adalah guru terbaik, maka menjadi seorang guru adalah pengalaman terbaik.
* Catatan ini ditulis oleh RO, guru SD di Provinsi Jawa Barat.
** Semua tulisan yang dipublikasikan dalam Catatan Perjalanan Guru merupakan pandangan penulis, telah melalui proses penyuntingan untuk keperluan penulisan populer, dan tidak mewakili pandangan Program RISE di Indonesia ataupun penyandang dana RISE.