Foto ilustrasi: Novita Eka Syaputri
Menurut data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, jumlah guru di Indonesia saat ini lebih dari 3 juta orang. Sekitar 1,6 juta guru berstatus pegawai negeri sipil (PNS), sedangkan sisanya berstatus tidak tetap atau biasa disebut guru honorer.
Bagaimana cara pemerintah merekrut guru-guru yang menjadi aktor utama dalam mencerdaskan kehidupan bangsa? Seperti apa perubahan kebijakan perekrutan guru pada era pemerintahan sentralistis dan pascadesentralisasi? Adakah faktor-faktor di luar kualifikasi dan kompetensi guru yang turut mempengaruhi proses perekrutan dan penempatan guru di Indonesia?
Selain itu, selama puluhan tahun Indonesia mengalami masalah kekurangan guru, terutama di daerah-daerah terpencil. Hingga kini, proses perekrutan guru yang diselenggarakan oleh pemerintah masih belum mampu mengatasi masalah tersebut sehingga kesenjangan jumlah guru di perkotaan dan di daerah terus terjadi.
Untuk mengetahui lebih dalam tentang kebijakan dan praktik perekrutan guru, RISE melakukan studi kualitatif menggunakan pendekatan ekonomi-politik untuk mengidentifikasi aktor, motif, kepentingan, dan lembaga yang turut mempengaruhi dan membentuk proses perekrutan guru di Indonesia – tema studi Reform Area 1 (A1).
Para peneliti RISE menemui dan mewawancarai puluhan guru di Kabupaten Kebumen dan Bukittinggi untuk mengumpulkan informasi maupun bukti seputar praktik perekrutan guru dan penempatan mereka. Cerita sebagian guru tersebut tertuang dalam seri “Cerita Guru di Kebumen dan Bukittinggi”.