Foto ilustrasi: Tony Liong
Pada 2005, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil. Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa tenaga honorer guru dengan usia dan masa kerja tertentu dapat diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Tujuan penerbitan PP tersebut adalah memenuhi kebutuhan tenaga tertentu pada instansi pemerintah daerah yang lowong atau kosong dan tidak bertentangan dengan peraturan undang-undang lainnya. Pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS ini dilakukan melalui seleksi administratif dan gaji tenaga honorer yang diangkat menjadi CPNS dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Bapak Hamid*, Guru PNS di Kota Bukittinggi
Sebelum mengikuti seleksi CPNS, Pak Hamid sempat mengikuti program guru kontrak ke Malaysia pada 2006. Motivasi Pak Hamid bergabung dalam program tersebut adalah supaya bisa ke luar negeri dan memperlancar kemampuannya berbahasa Inggris.
Namun, pada 2008 orang tua Pak Hamid memintanya pulang ke Indonesia untuk mengikuti seleksi CPNS yang saat itu sedang membuka lowongan besar-besaran. Pak Hamid pun mengajukan izin kepada pengelola program untuk pulang kampung. Ternyata, guru kontrak yang minta izin untuk pulang kampung pada waktu itu bukan hanya Pak Hamid, melainkan sebagian besar guru kontrak dari Indonesia.
Karena kebetulan saat itu sedang musim libur sekolah (antara November dan Desember), Pak Hamid dan guru-guru kontrak lain pun diizinkan pulang ke Indonesia. Dari seluruh guru kontrak yang pulang dan mengikuti seleksi CPNS, belasan orang lolos, termasuk Pak Hamid. Pada Desember 2008, setelah resmi dinyatakan lolos CPNS, Pak Hamid pun mengundurkan diri dari program guru kontrak di Malaysia.
Menurut Pak Hamid, ada beberapa perbedaan yang ia rasakan ketika mendaftar sebagai guru kontrak dan guru PNS, misalnya saja terkait tempat pendaftaran dan tahap seleksi. Pak Hamid mendaftar pada program guru kontrak di Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Padang di kawasan kampus Universitas Negeri Padang (UNP), sedangkan pendaftaran CPNS 2008 dilakukan di daerah yang dituju.
Perbedaan lainnya pada tahap seleksi. Pada pendaftaran guru kontrak, Pak Hamid menjalani tes tertulis, wawancara, dan praktik mengajar, sedangkan saat mendaftar CPNS 2008 ia hanya melakukan tes tertulis secara online tanpa wawancara dan praktik mengajar. Yang terpenting, menurut Pak Hamid, pendaftaran guru kontrak dan pendaftaran CPNS sama-sama tidak memakan biaya.
Ibu Indah*, Guru PNS di Kabupaten Kebumen
Ibu Indah adalah lulusan Pendidikan Guru Agama (PGA, setara SMA). Ia pertama kali bekerja sebagai guru pada 1983 dengan menjadi guru ekstrakurikuler pramuka di salah satu madrasah ibtidaiyah (MI) di Kebumen. Ia menjalani pekerjaan itu sambil bersekolah di PGA.
Pada 1985, Ibu Indah mendapat tawaran untuk mengisi kekosongan guru di MI tempatnya bekerja. Ia diminta mendaftar sebagai guru kelas dengan datang ke sekolah dan membawa ijazah. Ibu Indah bercerita bahwa saat itu tidak ada tes yang ia lakukan dan ia adalah satu-satunya orang yang mendaftar untuk posisi tersebut. Ibu Indah pun menjadi guru tetap yayasan di MI tersebut. Pada 1989, setelah menikah dan memiliki anak, Ibu Indah terpaksa berhenti bekerja. Namun, beberapa tahun kemudian, ketika anak Ibu Indah memasuki usia sekolah, ia kembali bekerja sebagai guru setelah diminta oleh Kepala Sekolah MI lainnya di Kebumen untuk mengajar di sekolah itu.
Antara 1998 dan 2000 Ibu Indah berkesempatan mengikuti program pendidikan dari Kementerian Agama untuk melanjutkan pendidikannya di program diploma dua (D-2) dengan peminatan pendidikan guru kelas secara gratis. Pada 2003, Ibu Indah mendaftar sebagai guru bantu di SD Negeri di Kebumen. Ia mengetahui informasi tentang seleksi guru bantu dari Dinas Pendidikan Kabupaten Kebumen. Tes untuk seleksi pun diadakan di kantor dinas pendidikan tersebut.
Syarat minimal untuk mendaftar menjadi guru bantu pada waktu itu adalah memiliki gelar D-2 Pendidikan Guru Kelas. Seleksi yang dilakukan untuk menjadi guru bantu hampir sama dengan seleksi CPNS, yaitu tes pengetahuan umum dan kebangsaan dengan sistem tertulis dan pilihan ganda. Tidak ada tes wawancara dan micro-teaching dalam seleksi tersebut. Setelah dinyatakan lulus seleksi, Ibu Indah pun diangkat menjadi guru bantu di SD Negeri di Kebumen tersebut.
Pada 2006, Ibu Indah sebenarnya ingin mengikuti seleksi CPNS. Namun, ia terganjal oleh Peraturan Pemerintah (PP) No. 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil. Pada waktu itu, Ibu Indah—yang sudah berusia lebih dari 35 tahun—tidak bisa diangkat menjadi CPNS karena masa kerjanya belum genap lima tahun. Ternyata, masa kerja Ibu Indah di MI tidak dapat dihitung sebagai persyaratan pemberkasan CPNS. Yang dihitung adalah masa kerja Ibu Indah sebagai guru bantu yang pada waktu itu baru berjalan sekitar tiga tahun.
Pada 2008, Ibu Indah kembali mencoba mendaftar pada seleksi CPNS dengan jalur pemberkasan. Sebelumnya, pada 2007 Pemerintah menerbitkan PP No. 43 Tentang Perubahan Atas PP Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil. Di dalam PP 43/2007 Pasal 3 Ayat 2 disebutkan bahwa tenaga honorer yang telah bekerja setidaknya selama satu tahun secara terus menerus akan diproritaskan untuk diangkat menjadi CPNS. Setelah menjadi CPNS, Ibu Indah ditempatkan di SD Negeri di Kebumen yang jauh dari tempat tinggalnya. Setiap hari ia harus menempuh perjalanan ke sekolah selama sekitar 1 jam menggunakan motor.
Baca juga: Cerita Para Guru Berstatus Honorer: Pengalaman Mengajar dan Usaha Menjadi Guru PNS dan Kompleksitas Guru Berstatus Honorer.
*Nama responden disamarkan untuk melindungi kerahasiaan identitas.