Foto ilustration: Tony Liong
Simak pembahasan status guru honorer berdasarkan Peraturan Pemerintah di Kompleksitas Guru Berstatus Honorer.
Proses mendapatkan pekerjaan sebagai guru yang berstatus honorer berbeda-beda di tiap sekolah. Semua guru honorer yang kami temui berharap status tersebut hanya sementara dan nantinya mereka akan diangkat menjadi guru berstatus PNS.
Berikut cerita dua guru honorer dalam mendapatkan pekerjaan mereka serta proses yang harus mereka lalui untuk mewujudkan harapan menjadi guru PNS.
Ibu Safira*, Guru Honorer di Kota Bukittinggi
Ibu Safira lulus dari Program Diploma 2 (D-2) Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Negeri Padang pada 2006. Pada tahun yang sama ia mendapatkan informasi dari seorang teman tentang lowongan guru honorer di sebuah sekolah dasar (SD) negeri di Bukittinggi. Ia lalu mendatangi sekolah tersebut untuk menanyakan secara langsung perihal lowongan guru honorer. Setelah mengantarkan surat lamaran, Ibu Safira diwawancarai oleh kepala dan wakil kepala sekolah. Keesokan harinya Ibu Safira langsung diminta mengajar kelas 3 karena posisi guru untuk kelas itu sedang kosong.
Pada 2011 Ibu Safira kembali melanjutkan pendidikannya di Universitas Negeri Padang untuk mendapatkan gelar sarjana; ia lulus pada 2014. Karena tidak memenuhi kriteria tenaga honorer K1 dan K2, Ibu Safira mencoba menjadi PNS melalui jalur umum. Ibu Safira sudah mengikuti tes seleksi CPNS sebanyak empat kali; tiga kali saat berijazah D-2 dan sekali setelah ia bergelar S-1. Pada 2018 Ibu Safira berniat mengikuti tes seleksi CPNS lagi, namun batal karena usianya pada waktu pendaftaran dibuka lebih dua bulan dari syarat batas maksimal usia, yakni 35 tahun. Saat ini Ibu Safira menunggu pemerintah membuka perekrutan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) agar statusnya sebagai guru honorer bisa berubah.
Selama menjalani pekerjaan sebagai guru honorer, Ibu Safira merasa tidak menemui kendala berarti. Berdasarkan pengalamannya, jatah jam mengajar bagi guru honorer dan guru PNS sama; delapan jam setiap Senin sampai Kamis, lima jam pada Jumat dan Sabtu. Di samping jadwal mengajar rutin, guru honorer juga kerap mendapat tugas tambahan, seperti mendampingi siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler, baik di sekolah maupun di luar sekolah, bahkan hingga ke luar kota.
Ibu Susi*, Guru Honorer di Kabupaten Kebumen
Ibu Susi adalah lulusan sarjana Program PGSD pada 2016. Menurut Ibu Susi, setelah lulus kuliah tidak ada mekanisme penempatan atau informasi perekrutan guru oleh sekolah-sekolah. Lulusan PGSD dari kampus Ibu Susi pun harus mencari sendiri informasi tentang sekolah yang mencari tenaga guru. Sebagian besar teman Ibu Susi mendapatkan pekerjaan guru di sekolah swasta. Ibu Susi sendiri memilih untuk tidak melamar ke sekolah swasta karena jumlah pelamarnya sudah terlalu banyak, sehingga ia merasa peluang untuk diterima lebih kecil. Ia lalu memutuskan menjadi guru honorer di sekolah negeri.
Karena tidak memiliki informasi tentang kebutuhan tenaga guru di sekolah negeri, Ibu Susi lalu gencar mengirimkan lamaran ke sekolah-sekolah negeri hingga 2018. Salah satu SD di Kebumen yang kebetulan sedang membutuhkan guru menerima lamaran Ibu Susi. Menurut Ibu Susi, saat itu hanya dirinya yang mengirimkan lamaran ke sekolah itu, sehingga ia pun langsung diterima tanpa proses seleksi.
Ibu Susi mengakui bahwa tidak ada informasi yang jelas mengenai proses seleksi untuk guru honorer. Padahal, informasi tersebut akan sangat membantu calon guru dalam mendapatkan pekerjaan. Selain itu, sekolah pun bisa memilih guru honorer yang baik melalui proses seleksi yang jelas.
Walaupun gaji sebagai guru honorer kecil, Ibu Susi tetap menjalani pekerjaan itu agar ilmu yang ia dapat dari bangku kuliah dapat digunakan. Ibu Susi pernah mengikuti seleksi CPNS, namun gagal pada tahap tes seleksi kompetensi dasar. Ia berniat untuk mencoba kembali hingga lolos.
* Nama responden disamarkan untuk melindungi kerahasiaan identitas.