Friday, 24 August 2018

Update Program RISE di Indonesia: Indonesia Memasuki Tantangan Pendidikan 3.0

Seluruh peserta acara Update Program RISE di Indonesia. | Foto: Mukti Mulyana
 

Sejak diluncurkan di Indonesia pada September 2017, RISE telah melakukan diagnosis terhadap sistem pendidikan Indonesia, menyelesaikan survei endline KIAT Guru, menentukan lokasi laboratorium pembelajaran, mengembangkan instrumen penelitian, dan menyusun Profil Pembelajaran Indonesia. Dalam menjalankan kegiatan penelitiannya, RISE secara aktif berkolaborasi dengan para pemangku kepentingan maupun pengambil kebijakan.

Pada 3 Juli 2018, RISE mengadakan acara bertajuk Update Program RISE di Indonesia untuk menginformasikan perkembangan penelitian terbaru RISE kepada pemangku kepentingan dari berbagai lembaga pemerintahan, yaitu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud); Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti), Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas); Kementerian Agama (Kemenag); dan Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dalam menyelenggarakan acara yang bertempat di Ruang Sidang Graha 1, Gedung A, Kompleks Kemdikbud Jakarta tersebut, RISE bekerja sama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemdikbud. Selain bertujuan menyampaikan informasi terbaru terkait penelitian RISE, acara ini juga bertujuan menghasilkan diskusi dan umpan balik yang konstruktif terkait desain penelitian RISE, serta pelibatan para pemangku kepentingan dalam proses pembuatan kebijakan pendidikan.

Acara dibuka oleh Dr. R. Muktiono Waspodo, M.Pd. selaku Kepala Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan. Acara dilanjutkan dengan pengarahan dari Totok Suprayitno, Ph.D. selaku Kepala Balitbang Kemdikbud. Sebelum memberi pengarahan, Totok menekankan bahwa Balitbang Kemdikbud menyambut terbuka kerja sama dengan RISE untuk mengatasi permasalahan penting dan mendesak dalam bidang pendidikan.

Totok Suprayitno, Ph.D. sedang memberikan pengarahan. Ia mengatakan masalah utama pendidikan di Indonesia saat ini adalah anak-anak bersekolah, tetapi belum tentu belajar. | Foto: Mukti Mulyana

Selanjutnya, Ketua Program RISE di Indonesia, Sudarno Sumarto, menyampaikan perkembangan terbaru terkait penelitian RISE. Sudarno mengawali presentasinya dengan menceritakan kondisi Indonesia yang saat ini tengah memasuki fase Tantangan Pendidikan 3.0. Pada fase ini, tantangan utama pendidikan bukan lagi pada partisipasi siswa (fase 1.0) ataupun jumlah dan kesejahteraan guru serta sarana dan prasarana pendidikan (fase 2.0), melainkan pada kualitas pembelajaran.

Hasil uji kompetensi siswa, baik yang dilakukan lewat AKSI (Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia), TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study), dan PISA (Programme for International Student Assessment) menunjukkan bahwa saat ini anak-anak Indonesia bersekolah, tetapi belum tentu belajar. Kondisi tersebut melatarbelakangi pelaksanaan Program RISE di Indonesia. Sudarno kemudian menjelaskan tentang studi-studi yang akan dijalankan RISE selama lima tahun ke depan serta metode penelitian yang akan digunakan.

Sudarno Sumarto sedang menjelaskan tentang RISE. | Foto: Mukti Mulyana

Bersekolah, Apakah Belajar?

Pada pertemuan tersebut, Wakil Ketua Program RISE di Indonesia, Daniel Suryadarma, juga memaparkan Profil Pembelajaran Indonesia. Profil ini disusun menggunakan data Indonesian Family Life Survey (IFLS) 2000, 2007, dan 2014. Pada awal presentasi, Daniel menyebutkan bahwa belanja pendidikan antara 2000 dan 2015 bertambah hingga hampir dua kali lipat dan membawa pengaruh positif pada partisipasi sekolah; angka partisipasi murni meningkat, yaitu hampir 100% untuk SD, dari sekitar 70% menjadi sekitar 90% untuk SMP, dan dari sekitar 40% menjadi sekitar 70% untuk SMA.

Namun, meskipun angka partisipasi murni di semua jenjang pendidikan mengalami kenaikan, peningkatan pembelajaran di Indonesia berjalan sangat lambat. Hasil PISA menunjukkan bahwa Indonesia membutuhkan waktu hampir 100 tahun untuk dapat mencapai nilai rata-rata negara-negara peserta PISA yang tergabung dalam Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). Di samping itu, skor matematika Indonesia pada TIMSS justru memperlihatkan tren penurunan, yaitu 403 pada 1999 menjadi 386 pada 2011.

Daniel Suryadarma sedang memaparkan hasil tes IFLS. Salah satu temuan yang menonjol dari hasil tes IFLS adalah kemampuan mengerjakan soal pecahan sederhana (contoh: 1/3 - 1/6) sangat rendah (di bawah 20%), bahkan pada responden usia dewasa. | Foto: Mukti Mulyana

Profil Pembelajaran Indonesia menghasilkan tiga simpulan berikut.

  1. Pembelajaran di Indonesia berawal rendah.
  2. Peningkatan pembelajaran antarjenjang sangat kecil. Data menunjukkan bahwa sekitar 14% responden lulusan SMA memiliki kemampuan berhitung lebih rendah dari siswa kelas 1 SD.
  3. Antara 2000 sampai 2014, kemampuan dasar siswa pada semua jenjang pendidikan (kelas 1 SD hingga 12 SMA) menurun.

Peningkatan Kualitas Guru

Selain membahas kondisi pendidikan Indonesia dan profil pembelajarannya, pertemuan pada hari itu juga mendiskusikan soal peningkatan kualitas guru. Materi tentang peningkatan kualitas guru disampaikan oleh Dra. Santi Ambarukmi, M.Ed. (Kasubdit Peningkatan Kualifikasi dan Kompetensi Pendidik Pendidikan Menengah dan Pendidikan Khusus), Drs. Anas M. Adam, M.Pd. (Direktur Pembinaan Guru Pendidikan Dasar Kemdikbud), dan Edi Mulyono, S.E., M.M (Perwakilan Direktur Pembelajaran Kemristekdikti). Baik para pembicara maupun pembahas, Waspodo dan Prof. Suyanto, Ph.D. (Guru Besar Universitas Negeri Yogyakarta), mengatakan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia sangat bergantung pada kualitas guru. Oleh karena itu, strategi peningkatan kualitas pendidikan juga perlu berfokus pada peningkatan kualitas guru.

Para pembicara menyampaikan dua hal berikut untuk meningkatkan kualitas guru.

  1. Memastikan proses pendidikan, perekrutan, dan penempatan guru berdampak secara signifikan terhadap peningkatan kualitas guru.
  2. Memastikan pengembangan keprofesian berkelanjutan berlangsung secara efektif untuk meningkatkan kualitas guru dalam jabatan.

Dra. Santi Ambarukmi, M.Ed. sedang memaparkan materinya tentang upaya peningkatan keprofesian guru pendidikan menengah dan pendidikan khusus dalam jabatan. | Foto: Mukti Mulyana

Drs. Anas M. Adam, M.Pd. sedang memaparkan materinya tentang upaya peningkatan keprofesian guru pendidikan dasar dalam jabatan. | Foto: Mukti Mulyana

Edi Mulyono, S.E., M.M. sedang memaparkan materinya tentang cara mempersiapkan guru berkualitas melalui PPG prajabatan. | Foto: Mukti Mulyana

Usai penyampaian materi dan pembahasan, acara dilanjutkan dengan sesi tanya-jawab. Hasil diskusi kemudian dirangkum oleh Dr. Asep Suryahadi (Direktur SMERU/Ketua Komite Pengarah RISE) yang sekaligus menutup acara. Ke depannya, Balitbang Kemdikbud dan RISE akan terus bekerja sama untuk menemukan strategi dan kebijakan yang dapat meningkatkan hasil pembelajaran.

.

.

.

Video dan materi presentasi acara dapat diakses di sini.
Foto-foto acara dapat diakses di sini.


Bagikan Postingan Ini