Foto ilustrasi: Novita Eka Syaputri
Artikel ini merupakan bagian dari seri "Catatan Perjalanan Guru” dengan tema pengalaman berkesan selama menjadi guru.
Pengalaman adalah guru terbaik. Begitu kata-kata bijak yang pernah saya dengar. Pengalaman memungkinkan seseorang yang awalnya tidak tahu menjadi tahu. Pengamalan memberikan arti penting bagi hidup karena selalu ada hikmah di balik suatu peristiwa yang terjadi.
Tidak terasa, sudah delapan bulan saya mengajar di sekolah dasar (SD) tempat saya ditugaskan. Banyak sekali pengalaman yang saya dapat selama mengajar di sekolah ini. Dari semua pengalaman itu, ada setidaknya dua yang menurut saya paling berkesan.
Membawa Murid yang Cedera ke Puskesmas
Pertama adalah saat saya membawa salah satu murid di kelas saya ke puskesmas dan menemaninya saat kakinya yang terluka harus dijahit. Ceritanya, anak itu habis jatuh. Celananya sobek dan kakinya berdarah. Teman-temannya lalu memanggil saya yang saat itu sedang beristirahat di ruang guru. Saya lalu membawa anak itu ke puskesmas agar mendapat penanganan lebih lanjut.
Di puskesmas, dokter bilang luka pada kaki anak itu harus dijahit. Saya kemudian berusaha mengabari ibunya, tetapi tidak ada jawaban. Akhirnya saya sendiri yang menemani anak itu selama kakinya dijahit. Saya merasa beruntung karena ia berani dan tidak cengeng. Setelah penanganan dari dokter selesai, saya mengantar murid itu pulang.
Beberapa hari setelah kejadian itu, saya melihat ada perbedaan pada murid satu itu. Ia terlihat lebih patuh dan menyayangi saya. Ibunya mengatakan kepada saya bahwa anaknya bilang ia merasa rugi bila tidak berangkat ke sekolah. Pada kegiatan belajar di kelas, ia pun terlihat memperhatikan dan menyimak. Awalnya, ia termasuk anak yang nilainya biasa saja. Tetapi, di penilaian akhir semester (PAS), nilainya meningkat dari semester sebelumnya. Sampai saat ini, ia selalu menghormati dan menyayangi saya meski saya sudah bukan menjadi guru kelasnya lagi.
Pengalaman itu berkesan bagi saya karena itu adalah pertama kalinya saya menghadapi anak yang terluka cukup berat hingga harus menjalani prosedur dijahit. Biasanya bila ada anak yang cedera, penanganannya cukup dengan diberi obat atau diperban. Namun, kejadian pada hari itu berbeda. Saya merasa bertanggung jawab besar terhadap apa pun yang terjadi pada murid-murid saya selama mereka di sekolah. Saya merasa sedang diuji saat peristiwa itu terjadi.
Takut Diprotes oleh Orang Tua Murid
Pengalaman berkesan yang kedua juga masih berhubungan dengan rasa tanggung jawab yang terjadi setelah selesai penilaian akhir semester 2. Waktu itu saya sudah selesai memasukkan nilai semua murid kelas 4 ke dalam rapor. Rupanya ada satu murid yang biasanya mendapatkan prestasi baik, saat itu performanya sedang menurun. Awalnya saya tidak tahu jika anak itu sering berprestasi karena saat di kelas ia terlihat biasa saja dan tidak menonjol.
Saya lalu mendengar bila orang tua anak tersebut kritis dan mempertanyakan performa anaknya secara detail. Saya pun khawatir salah memasukkan nilai dan berlaku tidak adil kepada anak itu. Saya lalu mengecek penilaian harian dan penilaian akhir semester murid itu berulang kali, dan hasilnya tetap sama. Nilai anak itu memang mengalami penurunan.
Itu adalah kali pertama saya menghadapi orang tua yang kritis. Saat itu saya takut orang tua akan protes karena prestasi anaknya menurun drastis. Saya takut dianggap sebagai guru baru yang masih muda sehingga tidak berpengalaman dan tidak kompeten. Saya sering memikirkan hal itu hingga stres. Asam lambung saya naik dan saya lalu terkena penyakit tifus.
Orang tua murid yang prestasinya menurun itu lalu menghubungi saya dan menanyakan soal anaknya melalui pesan singkat. Tidak seperti yang saya bayangkan sebelumnya, orang tua anak itu ternyata tidak menyalahkan saya. Pada saat pengambilan rapor, orang tua itu menemui saya dan bercerita tentang anaknya. Prestasi anak itu menurun karena rupaya ia mengalami masalah dengan indera pendengarannya. Hal itu yang membuatnya tidak fokus saat belajar di kelas.
Kedua pengalaman berkesan itu memberikan hikmah yang saya pelajari. Sekarang saya mengerti menjadi guru itu tidak mudah. Ada banyak tantangan dan tanggung jawab di balik profesi guru. Namun, saya tidak perlu memikirkan tanggung jawab tersebut secara berlebihan. Saya hanya perlu menjalani profesi ini dan mengemban tanggung jawab itu dengan sebaik-baiknya.
* Catatan ini ditulis oleh IK, guru SD di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
** Semua tulisan yang dipublikasikan dalam Catatan Perjalanan Guru merupakan pandangan penulis, telah melalui proses penyuntingan untuk keperluan penulisan populer, dan tidak mewakili pandangan Program RISE di Indonesia ataupun penyandang dana RISE.