Foto ilustrasi: Novita Eka Syaputri
Artikel ini merupakan bagian dari seri "Catatan Perjalanan Guru” dengan tema peraturan atau kebijakan yang ingin diubah.
Keberhasilan proses belajar siswa tentu tidak terlepas dari dukungan berbagai komponen, salah satunya kualitas guru yang harus menguasai empat kompetensi guru: kompetensi profesional, kompetensi pedagogis, kompetensi sosial, dan kompetensi kepribadian.
Apakah komponen kualitas guru itu sudah cukup? Tentu tidak. Masih diperlukan peran orang tua yang berkewajiban mengontrol belajar siswa di rumah, dan peran masyarakat sekitar yang berfungsi mengawasi siswa belajar bersama lingkungannya.
Dengan semua komponen tersebut, perlu adanya pedoman dalam pendidikan, yaitu kebijakan atau peraturan pendidikan yang biasa dikeluarkan oleh pemerintah, khususnya dinas pendidikan. Kebijakan yang dikeluarkan oleh dinas pendidikan bisa mengarahkan sekolah untuk bisa menjalakankan roda pendidikan dalam mencapai tujuan keberhasilan siswa maupun keberhasilan instansinya.
Kebijakan pendidikan yang saat ini sedang hangat adalah Belajar dari Rumah (BDR) yang diterbitkan pemerintah akibat pandemi COVID-19 yang sedang menyerang dunia. Menurut saya, kebijakan BDR sudah baik untuk keadaan pandemi seperti sekarang ini. Tetapi, terkait dengan sistem kontrol dan evaluasi siswa, kebijakan BDR menurut saya perlu direvisi lagi agar karakter integritas siswa bisa terkontrol dengan baik. Maksudnya, kebijakan BDR tetap dilakukan namun dengan tetap mengadakan kegiatan tatap muka di sekolah setidaknya satu minggu sekali yang dilakukan di halaman sekolah dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan. Siswa ke sekolah hanya untuk melakukan pengumpulan tugas dan penyampaian evaluasi pembelajaran, misalnya seperti buku yang belum disampul, keaktifan di grup WhatsApp ketika BDR, dan peraturan lainnya yang perlu disampaikan lewat kegiatan tatap muka. Hal ini dilakukan agar siswa mempunyai tanggung jawab yang terkontrol.
Saya pikir, siswa tetap perlu datang ke sekolah, namun, dengan memperhatikan protokol keamanan COVID-19, seperti menerapkan physical distancing dan memakai masker dan sarung tangan. Jadwal siswa datang ke sekolah juga perlu dimodifikasi, jadi tidak seperti sebelum-sebelumnya. Misalnya, dibagi per hari hanya 1 kelas yang datang ke sekolah untuk belajar mulai pukul 07:00 sampai dengan pukul 08:00. Siswa yang datang ke sekolah setiap hari bergantian, mulai dari kelas 1 sampai dengan kelas 6.
Kegiatan tersebut dilakukan di lapangan upacara sehingga guru bisa menyampaikan cara mencegah COVID-19, mengontrol tugas harian siswa, dan melakukan evaluasi BDR selama seminggu yang lalu. Dengan diadakannya kegiatan kontrol dan evaluasi siswa di sekolah, menurut saya akan mengatasi masalah siswa yang tidak punya ponsel atau laptop untuk bisa mengerjakan tugas daring. Jadi guru cukup menyampaikan pengumuman dan memberi tugas tertulis di kertas, dan siswa dapat mengerjakannya dengan mudah. Selain itu, dengan format seperti ini siswa jadi tidak bosan belajar dari rumah terus-menerus.
Tetapi, itu semua hanya pemikiran saya saja. Yang terpenting adalah apa pun kebijakan pemerintah di bidang pendidikan, guru yang baik harus bisa melaksanakannya dengan penuh tanggung jawab. Kebijakan pendidikan yang dibuat oleh pemerintah adalah peta yang sudah terkonsep untuk dilaksanakan dalam proses pembelajaran. Bila guru hanya memandang kebijakan pendidikan sebelah mata, bisa jadi kita akan tersesat dalam mencapai keberhasilan pendidikan.
* Catatan ini ditulis oleh EW, guru SD di Provinsi Jawa Timur.
** Semua tulisan yang dipublikasikan dalam Catatan Perjalanan Guru merupakan pandangan penulis, telah melalui proses penyuntingan untuk keperluan penulisan populer, dan tidak mewakili pandangan Program RISE di Indonesia ataupun penyandang dana RISE.