Friday, 27 March 2020

Mewujudkan Pembelajaran yang Bermakna

Foto ilustrasi: Novita Eka Syaputri

 

Artikel ini merupakan bagian dari seri "Catatan Perjalanan Guru” dengan tema pengalaman berkesan selama menjadi guru.

 

Pengalaman saya selama mengajar yang paling berkesan ialah ketika saya mencoba menenangkan siswa dengan cara sedikit keras. Hasilnya memang ampuh, siswa-siswa menjadi tenang dan duduk di bangku masing-masing.

Namun, ternyata terdapat sebuah kenyataan berbeda dari apa yang saya bayangkan. Siswa yang tenang di kelas bukan berarti memerhatikan penjelasan saya. Mereka justru asyik dengan kegiatan masing-masing. Ini terbukti saat saya memberi penguatan materi berupa proyek, para siswa sama sekali tidak dapat mengerjakannya. Saya pun mencoba memotivasi ulang mereka dan melakukan bimbingan personal.

Pengalaman tersebut membuat saya berintrospeksi. Saya pun memutar otak untuk mencari cara agar siswa dapat belajar dengan maksimal dan bermakna. Karena pembelajaran yang bermakna bukan tercermin dari kelas yang tenang, melainkan dari adanya komunikasi dua arah oleh siswa dan guru.

Pembelajaran yang bermakna dapat dilaksanakan dengan berbagai cara agar siswa mampu fokus terhadap materi yang diajarkan. Pembelajaran yang bermakna bisa tetap dilakukan meski kadang kelas sedikit ramai. Ini artinya, guru harus memiliki kemampuan penguasaan kelas, yaitu mampu mengkondisikan kelas jadi efektif untuk belajar. Dengan begitu, siswa dapat memperoleh pembelajaran secara efektif, efisien, dan bermakna.

Setelah kejadian itu, saya lalu memvariasikan cara menenangkan siswa tanpa menggunakan nada marah. Saya mengganti pendekatan dengan berusaha memberikan pengertian kepada siswa-siswa di  kelas. Saya berujar “Hayo anak-anak pilih Bu Guru marah-marah apa bersabar?”. Tentu mereka memilih saya bersabar.

Saya lalu mencoba membuat mereka mengerti tentang tugas yang harus mereka kerjakan secara bertahap dan berulang-ulang. Dengan cara ini, siswa tidak merasa tertekan, namun benar-benar memahami apa yang harus mereka kerjakan. Pendekatan saya ini mungkin cocok diterapkan di kelas yang saya ajar, yaitu kelas 1 SD, tetapi belum tentu cocok untuk kelas lain.

 

* Catatan ini ditulis oleh SM, guru SD di Provinsi Jawa Timur.

** Semua tulisan yang dipublikasikan dalam Catatan Perjalanan Guru merupakan pandangan penulis, telah melalui proses penyuntingan untuk keperluan penulisan populer, dan tidak mewakili pandangan Program RISE di Indonesia ataupun penyandang dana RISE.


Bagikan Postingan Ini