Wednesday, 24 March 2021

Mewujudkan Kultur Bekerja yang Berbeda

Foto ilustrasi: Novita Eka Syaputri

 

Artikel ini merupakan bagian dari seri "Catatan Perjalanan Guru” dengan tema harapan karier guru muda di dunia pendidikan.

 

Cita dan harapan itu keniscayaan bagi manusia. Seperti halnya saya yang mempunyai cita-cita dan harapan. Walaupun usia sudah 26 tahun dan harapan satu demi satu telah terwujud, saya tetap ingin maju dan berkembang dengan cita-cita dan harapan yang lebih baik. Karena cita-cita dan harapan membuktikan bahwa manusia masih menjaga fitrahnya.

 

Menjadi Teladan bagi Siswa

Saya bukan lagi anak kecil yang berumur belasan tahun. Saya telah menjadi guru bagi anak-anak yang sedang berjuang meraih cita-cita mereka. Pada era globalisasi, modernisasi, dalam mana teknologi berkembang pesat, saya ingin menyeimbangkan pengaruh dari berbagai keadaan tersebut dengan tetap mengacu kepada budaya nasional. Saya ingin menjadi teladan bagi siswa; guru yang bersahaja, bertata krama, dan memanfaatkan teknologi agar siswa tidak tertinggal oleh sekolah-sekolah di kota [besar].

Hal lain yang ingin saya capai adalah mewujudkan kultur bekerja yang kompetitif, berkualitas, berdaya saing, total, modern, dan bekerja dari hati. Saya juga ingin membuat kegiatan-kegiatan yang berporos pada siswa dan pengembangan guru. Memang tidak mudah dan butuh waktu, tenaga serta dukungan dari berbagai pihak untuk bisa mencapai harapan itu. Namun, tiada yang tidak mungkin untuk harapan dan cita-cita yang mulia.

Mencapai harapan dan cita-cita tidak bisa hanya diucapkan atau dituliskan pada sebuah lembaran. Untuk mencapai tujuan tersebut harus dimulai dari diri sendiri. Seorang guru mungkin bisa membimbing siswanya terus maju. Namun, sistem dan kultur bekerja harus diubah dengan kewenangan dan kekuasaan. Sepuluh tahun mungkin cukup untuk mewujudkan semua itu, walaupun harus sedikit demi sedikit.

 

Karier yang Lebih Matang

Setelah menjalani profesi guru selama sepuluh tahun, saya mempunyai cita-cita untuk memiliki jenjang karier yang lebih matang. Saat ini saya masih harus mengumpulkan pengetahuan dan pengalaman. Sebagai guru muda yang memiliki kemampuan, etos kerja, dan haus akan pengalaman, saya harus selalu aktif dan terlibat dalam kegiatan atau permasalahan di sekolah. Semua itu akan membentuk pribadi saya menjadi kuat, tangguh, dan bijaksana dalam mengatasi permasalahan jika kelak diberi amanah atau tanggung jawab yang lebih besar.

Saya berencana menempuh pendidikan pascasarjana untuk mencapai tujuan yang ingin saya raih. Semoga semesta memberi kesempatan. Setelah 7–9 tahun berproses, di usia 35 tahun saya bercita-cita menjadi kepala sekolah. Dengan menjadi kepala sekolah, saya bisa mewujudkan sistem pendidikan dan kultur yang saya harapkan, meski dalam lingkup kecil. Berkontribusi pada lembaga berskala kecil bukanlah suatu masalah. Yang menjadi masalah adalah ketika kita tidak memiliki hasrat dan dorongan hati untuk mengubah diri sendiri dan lingkungan untuk menjadi lebih baik lagi.

Harapan dan cita-cita yang saya sebutkan itu tidak mungkin terwujud tanpa dukungan sistematis dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah daerah, dinas pendidikan setempat, kepala sekolah, rekan-rekan guru dan tenaga kependidikan, orang tua, dan siswa. Harapan saya, kelak piramida atau sistem dari atas hingga bawah mampu memberikan dampak positif dan menciptakan kultur bekerja di lembaga pendidikan yang kompetitif dan jauh dari praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme di segala lini.

 

* Catatan ini ditulis oleh BR, guru SD di Provinsi Jawa Timur.

** Semua tulisan yang dipublikasikan dalam Catatan Perjalanan Guru merupakan pandangan penulis, telah melalui proses penyuntingan untuk keperluan penulisan populer, dan tidak mewakili pandangan Program RISE di Indonesia ataupun penyandang dana RISE.


Bagikan Postingan Ini