Thursday, 9 January 2020

Perjuanganku Menjadi Guru

Foto ilustrasi: Novita Eka Syaputri

 

Artikel ini merupakan bagian dari seri "Catatan Perjalanan Guru” dengan tema berliku-liku mendapatkan pekerjaan sebagai guru.

 

Juni 2016 adalah awal perjalanan saya meniti karier yang sesungguhnya. Pada bulan itu saya resmi lulus kuliah. Tidak seperti kebanyakan orang yang setelah lulus kuliah harus mencari info lowongan dan mengirimkan lamaran pekerjaan, saya langsung mendapat tawaran untuk mengajar di salah satu sekolah dasar (SD) di Yogyakarta. Betapa bahagianya saya karena sebentar lagi bisa menjadi guru.

Pada awal tahun pelajaran 2016/2017, saya mulai bekerja di SD. Realita tidak seindah ekspektasi, begitulah yang saya rasakan. Di sekolah itu saya belum bisa mengajar secara penuh. Saya tidak menjadi guru kelas seperti yang saya harapkan. Saya menjadi petugas perpustakaan dan mengajar ketika ada kelas yang kosong. Tugasnya memang jauh lebih ringan dibandingkan tugas guru, tetapi itu bukan passion saya. Saat itu saya sangat sedih. Sebagian besar teman saya telah menjadi guru kelas, bahkan yang lulus kuliahnya di belakang saya. Saya sadar kesalahan ada pada diri sendiri; terburu-buru mengambil keputusan tanpa mengetahui apa kebutuhan sebenarnya.

Awal 2017 saya mulai mengajar kelas 2 menggantikan guru yang pensiun. Pada tahun ini pula mulai muncul kabar tentang Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) bersubsidi. Tadinya saya ragu untuk mengikuti PPG. Alasannya, biaya yang diperlukan sekitar 15 juta rupiah per semester, sedangkan subsidi dari Pemerintah sebesar 7,5 juta rupiah atau setengah dari total biaya. Berarti peserta Program PPG harus membayar sejumlah 7,5 juta rupiah per semester. Bagi keluarga saya, uang sebesar itu untuk biaya pendidikan tidaklah sedikit. Belum lagi uang bensin, fotokopi, print, dan lain-lain. Saya harus mengobrol serius dengan keluarga.

Keraguan saya hilang setelah mengobrol serius dengan Ibu; Ibu yang luar biasa, yang menomorsatukan pendidikan bagi anak-anaknya. Bagi Ibu, Allah itu Maha Kaya. Uang sebesar itu sangat kecil jika Allah sudah berkehendak. Kira-kira seperti itu beliau meyakinkan saya yang gundah gulana. Saya pun memantapkan hati mendaftar ke Program PPG.

Saya menyampaikan keinginan itu kepada kepala sekolah tempat saya bekerja. Beliau mendukung karena Program PPG dapat meningkatkan kompetensi saya sebagai guru. Saya lalu mengundurkan diri pada awal Juni 2017, meski belum menerima pengumuman seleksi Program PPG. Saya melakukan itu supaya ada yang bisa segera menggantikan posisi saya di sekolah. Selain itu, berdasarkan jadwal di situs web Kementerian Ristekdikti, pengumuman hasil seleksi PPG maupun jadwal pembelajaran dimulai pada bulan yang sama. Namun, sampai Juni berakhir, pengumuman hasil seleksi PPG masih belum keluar juga. Sembari menunggu keluarnya pengumuman tersebut, saya pulang ke rumah orang tua dan mengajar les privat untuk mengisi waktu.

Pada awal 2018, keluarlah pengumuman yang saya tunggu-tunggu. Saya lolos seleksi Program PPG dan ditempatkan di Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Saya mulai menjalani program tersebut pada Februari 2018 selama kurang lebih sepuluh bulan. Pada November 2018 saya mendengar tentang tes seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS) 2018. Saya mendaftar posisi guru di salah satu kabupaten di Yogyakarta. Jadwal ujian CPNS dan ujian PPG waktu itu berdekatan. Karena tes seleksi kompetensi dasar (SKD) lebih dulu, maka saya pun fokus pada tes tersebut.

Namun, ternyata saya tidak lolos passing grade SKD. Saya sangat sedih, tetapi mencoba berbesar hati. Keajaiban Allah terjadi. Ada sistem ranking dan saya masuk dalam ranking 3 besar sehingga diberi kesempatan untuk mengikuti tes seleksi kompetensi bidang (SKB). Saya belajar untuk SKB sekaligus ujian akhir PPG karena bidang yang diujikan sama. Selesai tes SKB, saya mengecek hasil ujian kedua saingan saya; saya mendapat skor tertinggi di antara mereka. Namun, saya kemudian mengetahui bila salah satu saingan saya sudah memiliki sertifikat pendidik (serdik) sehingga ia mendapatkan skor penuh untuk tes SKB. Saya pun gagal lolos tes tersebut. Beberapa hari kemudian muncul pengumuman ujian Program PPG. Saya lulus dan menyandang gelar Gr. Saya senang sekaligus sedih karena serdik yang telah saya dapatkan tidak bisa membantu skor SKB saya.

Saya tidak ingin berlarut dalam kesedihan. Saya bangkit dan mencari info lowongan guru. Saya mendaftar ke dua SD di Yogyakarta. Salah satunya menolak secara halus karena kesalahpahaman informasi bahwa guru yang sudah mengikuti Program PPG akan ditempatkan oleh Pemerintah. Saya pun menunggu panggilan dari SD satu lagi. Sebelum ada panggilan, pada Desember 2018 saya melihat pengumuman CPNS dan dinyatakan lolos. Saya pun langsung ditempatkan di SD negeri di salah satu kabupaten di Yogyakarta. Sampai saat ini saya masih mengajar di SD tersebut, sebagai guru kelas 4.

Jarak antara rumah dengan sekolah tempat saya mengajar memang agak jauh. Tetapi, bertemu dengan murid-murid menghilangkan kelelahan yang saya rasakan. Semoga saya dapat menjaga amanah ini selamanya.

 

 

* Catatan ini ditulis oleh IK, guru SD di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

** Semua tulisan yang dipublikasikan dalam Catatan Perjalanan Guru merupakan pandangan penulis, telah melalui proses penyuntingan untuk keperluan penulisan populer, dan tidak mewakili pandangan Program RISE di Indonesia ataupun penyandang dana RISE.


Bagikan Postingan Ini