Tuesday, 28 July 2020

Pembelajaran Tematik dan Ujian Akhir Sekolah Tidak Sinkron

Foto ilustrasi: Novita Eka Syaputri

 

Artikel ini merupakan bagian dari seri "Catatan Perjalanan Guru” dengan tema peraturan atau kebijakan yang ingin diubah.

 

Sepanjang semester ini, saya merasakan banyak hal dan melalui bermacam peristiwa. Selama mengajar, saya senang menggunakan Kurikulum 2013 (K-13). Tetapi, seiring berjalannya waktu, saya merasa ada satu hal yang perlu diperbaiki agar tidak terjadi kebingungan, yaitu ujian nasional untuk SD.

Sehari-hari, siswa menjalani sistem pembelajaran tematik, kecuali untuk mata pelajaran Pendidikan Agama dan Budi Pekerti (PABP), matematika, dan Pendidikan Jasmani, Olah Raga, dan Kesehatan (PJOK). Tetapi, saat ulangan akhir sekolah dan ujian nasional, siswa menjalani ujian per mata pelajaran. Ini seperti tidak sinkron antara pembelajaran di kelas dengan ujian akhir. Jika belajarnya menggunakan sistem tematik, akan lebih baik bila ujiannya pun mengikuti sistem tematik. Jika siswa belajar per mata pelajaran, ujian akhirnya pun semestinya per mata pelajaran.

Ketidaksinkronan ini juga saya lihat di kompetisi sains nasional (KSN) di sekolah. Yang dilombakan dalam KSN adalah mata pelajaran ilmu pengetahuan alam (IPA) dan matematika. Sebagai guru, kadang saya bingung juga bagaimana cara mengajarnya. Pada akhirnya, saya (dan mungkin guru lain) sering mengajar IPA tanpa dikaitkan dengan mata pelajaran yang lain, alias tidak menggunakan sistem tematik.

Saya rasa K-13 bagus untuk kelas rendah (1–3), tetapi perlu dikaji ulang untuk kelas tinggi (4–6). Di kelas tinggi, tidak semua mata pelajaran masuk ke dalam payung tematik. Mata pelajaran mematika, misalnya, terpisah di luar tematik.

Saya berharap untuk kelas tinggi bisa diterapkan kebijakan K-13 yang bukan tematik. Saya rasa penetapan seperti itu akan mempermudah guru dalam mengajar dan membimbing siswa, khususnya untuk persiapan ujian akhir sekolah. Guru juga tidak akan kebingungan dan mengajar dengan dua cara, secara tematik dan per mata pelajaran.

Materi pelajaran untuk kelas tinggi memang masih sangat umum, sehingga perlu adanya tambahan materi. Saya rasa guru akan lebih mudah mengajar per mata pelajaran karena guru dapat menjelaskan secara lebih mendetail dan terstruktur.

Sistem pembelajaran tematik juga sebenarnya bagus. Hanya, jika untuk kelas tinggi, terkadang ada materi pembelajaran yang dipaksakan untuk diajarkan menggunakan sistem tematik. Maksudnya, materi pembelajaran satu dengan mata pembelajaran lain kadang dipaksakan untuk digabung sehingga saat mengajar saya terkadang bingung untuk menggabungkannya. Alhasil materinya tidak jadi tematik. Contohnya, materi pelajaran IPA dengan materi pelajaran lain.

Saya sering merasa kesulitan dalam menjelaskan tematik IPA kelas 5. Alasannya, materi pelajaran kelas 5 sudah mulai mendetail, sehingga untuk materi tertentu harus dijelaskan secara runut dan terstruktur. Akan sangat sulit jika harus dikaitkan dengan materi pelajaran yang lain.

Untuk kelas rendah, berdasarkan pengalaman saya, sistem pembelajaran tematik sudah bagus. Alasannya, fokus pembelajaran pada kelas rendah adalah calistung, sehingga sistem tematik masih cocok digunakan.

 

* Catatan ini ditulis oleh DP, guru SD di Provinsi Jawa Timur.

** Semua tulisan yang dipublikasikan dalam Catatan Perjalanan Guru merupakan pandangan penulis, telah melalui proses penyuntingan untuk keperluan penulisan populer, dan tidak mewakili pandangan Program RISE di Indonesia ataupun penyandang dana RISE.


Bagikan Postingan Ini