Monday, 17 February 2020

Menjadi Guru Muda di Sekolah Nasional Plus

Foto ilustrasi: Novita Eka Syaputri

 

Artikel ini merupakan bagian dari seri "Catatan Perjalanan Guru” dengan tema pengalaman mengajar.

 

Menjadi guru merupakan motivasi terdalam saya. Proses menjadi guru berawal dari perjalanan panjang yang mulai saya rintis sejak di bangku kuliah, baik saat di pendidikan sarjana maupun profesi. Pengabdian sebagai guru muda saya mulai dari nol hingga kini saya dapat berdiri dengan kepercayaan diri tinggi.

 

Rutinitas di sekolah

Sehari-hari, pembelajaran di sekolah dimulai pukul 07:30. Saya harus sampai di sekolah sebelum pukul 07:00 untuk mempersiapkan pembelajaran yang akan diberikan ke siswa.

Kegiatan belajar mengajar di sekolah dimulai dengan pembacaan ikrar oleh para siswa. Lalu, tiap Senin dilanjutkan dengan upacara, tiap Selasa salat duha, Rabu langsung belajar, Kamis reading time, dan Jumat ikrar bersama di lapangan.

Tiap Senin, sesudah siswa pulang, guru-guru rapat untuk menyusun lesson plan, weekly info, dan weekly assessment.

Setiap hari saya bekerja sampai pukul 16:00.

 

Bekerja ekstra keras

Saat ini saya bekerja di sekolah yang menggunakan kurikulum nasional plus. Tugas yang saya kerjakan setiap hari sangat beragam; selain menyusun lesson plan, weekly info, dan weekly assessment, saya juga harus mengisi buku komunikasi orang tua dan guru, mengisi presensi siswa, dan melakukan penilaian.

Tiap tugas guru dikerjakan bersama-sama dengan guru lain dari jenjang kelas yang sama. Pembagian tugas ini dilakukan pada awal rapat kerja guru. Dengan begini, tiap guru di jenjang kelas yang sama mempunyai komposisi tugas yang kurang lebih sama.

Mengawali karier sebagai guru muda di lembaga yang besar membuat saya harus bekerja ekstra keras dalam bidang akademis, sosial, dan pembelajaran.

Di sekolah ini, seluruh kegiatan belajar mengajar menggunakan bahasa Inggris, kecuali pelajaran Bahasa Indonesia. Sebagian mata pelajaran bahkan mengadopsi kurikulum Singapura.

Sebagai guru muda yang bekerja di lembaga bereputasi bagus, saya merasa harus terus mengembangkan potensi diri, salah satunya kemampuan berbahasa Inggris. Saya juga termotivasi untuk menguasai seluruh kompetensi yang perlu dimiliki seorang guru, yaitu kompetensi pedagogis, sosial, profesional, dan kepribadian.

Keunggulan kompetensi yang saya miliki mengantar saya kepada posisi penting di lembaga tempat saya bekerja. Kepala sekolah menaruh perhatian lebih terhadap kemampuan saya dan mendorong saya untuk menjadi panitia perlombaan Hari Anak Nasional, hari ulang tahun pramuka dan Republik Indonesia, serta panitia dalam kegiatan field trip siswa kelas 2.

 

Pentingnya interaksi dengan sesama guru

Guru di sekolah tempat saya mengajar berjumlah lebih dari 125 orang dan saya kenal hampir semuanya. Saya senang berinteraksi dengan guru-guru dari jenjang kelas yang berbeda.

Di luar sekolah, saya juga menjalin relasi dengan guru-guru pria melalui hobi bermain futsal. Pergaulan di luar sekolah ini membantu saya mengenal karakter, sikap, dan hal-hal lain di lembaga tempat saya bekerja.

Menurut saya, sebagai guru muda, kita harus dapat menyesuaikan diri dengan tempat kita berada. Guru muda harus membuka diri untuk belajar; tak perlu ragu bertanya, menggali, dan mengembangkan potensi.

Interaksi dengan sesama guru menurut saya sangat penting untuk mendorong kita agar terus belajar. Meskipun sudah memiliki peranan penting, kita tetap harus belajar dan jangan berpuas diri dengan satu peran saja.

Saya mendapat banyak pengalaman baru di tempat saya mengajar saat ini. Semakin hari saya merasa mendapat ilmu baru.

Tetap semangat untuk guru muda Indonesia! Tingkatkan potensi agar dapat bersaing di dunia.

 

* Catatan ini ditulis oleh TBS, guru SD di Provinsi Jawa Barat.

** Semua tulisan yang dipublikasikan dalam Catatan Perjalanan Guru merupakan pandangan penulis, telah melalui proses penyuntingan untuk keperluan penulisan populer, dan tidak mewakili pandangan Program RISE di Indonesia ataupun penyandang dana RISE.


Bagikan Postingan Ini