Thursday, 9 January 2020

Kegagalan Masa Lalu, Jembatan Keberhasilan Masa Depan

Foto ilustrasi: Novita Eka Syaputri

 

Artikel ini merupakan bagian dari seri "Catatan Perjalanan Guru” dengan tema berliku-liku mendapatkan pekerjaan sebagai guru.

 

Sebelum menempuh pendidikan tinggi untuk menjadi guru, saya beberapa kali melamar menjadi abdi negara. Setelah lulus SMA pada 2013 saya menjalani tes di Akademi Kepolisian dan Sekolah Tinggi Administrasi Negara. Namun, meski sudah mengikuti beberapa tahapan tes di kedua lembaga tersebut, langkah saya terhenti di tengah jalan.

Saya lalu berkuliah di jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Negeri Malang (UM) atas saran orang tua dan kakak. Mereka memberi dukungan penuh meskipun awalnya saya tidak tertarik dengan jurusan itu ataupun dunia mengajar anak. Pada 2017 saya lulus kuliah dan langsung mengikuti seleksi Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) yang waktu itu baru diluncurkan Pemerintah untuk menggantikan Program Sarjana Mendidik di Daerah Terluar, Terdepan, dan Tertinggal (SM3T).

Proses seleksi tersebut terdiri dari dua tahapan; pertama tes tulis berbasis komputer di UM, kedua wawancara berbasis focus group discussion (FGD). Setelah dinyatakan lulus seleksi, saya mendapat penempatan Program PPG di UM. Sebelum kuliah dimulai, pada awal Februari 2018 saya diwajibkan untuk mengikuti dan menyelesaikan Program Bela Negara selama delapan hari di Pangkalan Angkatan Laut (Lanal) Malang.

Selama semester 1, saya mengikuti berbagai kegiatan di kampus, seperti workshop 1–7 dan peer teaching yang sangat menguras pikiran. Pada semester 2, saya menjalani Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) di salah satu SD negeri di Malang dan mempersiapkan diri untuk ujian akhir. Di pertengahan semester 2 ini pula saya mendengar kabar gembira mengenai tes seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS). Siap atau tidak siap, saya bersemangat sekali untuk mengikuti tes tersebut.

Pada November 2018 saya mulai mengikuti seleksi tes tulis tahap pertama, yaitu seleksi kemampuan dasar (SKD) yang menggunakan sistem computer-assisted test (CAT). Saya mendapat tempat tes di salah satu SMK negeri di Malang. Saat mengikuti tes ini pikiran saya kalut dan bingung karena keesokan harinya saya harus menjalani ujian kinerja PPG. Setelah menyelesaikan tes SKD, saya dinyatakan lolos dan berhak mengikuti tes selanjutnya, yaitu seleksi kompetensi bidang (SKB). Tetapi, saya harus menunggu panggilan untuk mengikuti tes tersebut. Sambil menunggu panggilan, saya menjalani berbagai ujian akhir PPG. Pada Desember 2018 akhirnya saya dihubungi untuk mengikuti tes SKB di Jember.

Pada Januari 2019, pengumuman final CPNS pun keluar dan saya dinyatakan lolos; saya ditempatkan di salah satu SD negeri di Kabupaten Malang. Suatu kebanggaan bagi saya yang dulu pernah gagal menjadi abdi negara di bidang keamanan dan keuangan, namun sekarang menjadi abdi negara di bidang pendidikan. Saya memiliki kesempatan untuk mencetak generasi muda menjadi manusia berkarakter untuk Indonesia yang lebih baik.

Saya sangat bersyukur. Dari perjalanan dan pengalaman mencari kerja, saya bisa mengambil hikmah bahwa kegagalan di masa lalu merupakan jembatan keberhasilan di masa depan.

 

 

* Catatan ini ditulis oleh EW, guru SD di Provinsi Jawa Timur.

** Semua tulisan yang dipublikasikan dalam Catatan Perjalanan Guru merupakan pandangan penulis, telah melalui proses penyuntingan untuk keperluan penulisan populer, dan tidak mewakili pandangan Program RISE di Indonesia ataupun penyandang dana RISE.


Bagikan Postingan Ini