Tuesday, 28 July 2020

Gaji Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer di Indonesia

Foto ilustrasi: Novita Eka Syaputri

 

Artikel ini merupakan bagian dari seri "Catatan Perjalanan Guru” dengan tema peraturan atau kebijakan yang ingin diubah.

 

Kebijakan pendidikan yang berlaku di sekolah sangat beragam. Ada kebijakan yang berasal dari pemerintah pusat, pemerintah daerah (dinas pendidikan), dan ada pula yang berasal dari sekolah (sesuai dengan keputusan warga sekolah). Semua kebijakan itu bersifat mengikat, yaitu harus dilaksanakan oleh semua pihak di sekolah.

Salah satu kebijakan yang berlaku di sekolah adalah mengenai gaji guru atau tenaga honorer yang menggunakan Biaya Operasional Sekolah (BOS). BOS merupakan program pemerintah untuk penyediaan biaya operasional bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana wajib belajar. Pemerintah menyalurkan BOS kepada sekolah-sekolah agar tidak ada lagi anak yang putus sekolah karena terkendala biaya. Besar BOS tergantung jumlah siswa di tiap-tiap sekolah. BOS dapat digunakan untuk membiayai program atau kegiatan sekolah, termasuk membiayai guru atau tenaga kependidikan honorer.

 

Gaji Rendah, Tugas Banyak

Saat ini, dana BOS dari pemerintah pusat yang dapat digunakan untuk gaji guru atau tenaga honorer maksimal 50 persen. Itu pun dengan syarat guru atau tenaga honorer yang akan menerima gaji dari dana BOS harus mempunyai Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK). Selain itu, jumlah siswa di sebagian sekolah sedikit, sedangkan jumlah guru honorernya banyak. Akibatnya, gaji guru dan tenaga honorer di sekolah-sekolah tersebut sangat rendah.

Gaji guru yang sangat rendah berbanding terbalik dengan tugas yang harus dikerjakan. Mulai dari membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), melakukan penilaian Kompetensi 1–4, membuat dan menilai soal, melakukan analisis, dan sebagainya. Belum lagi tugas-tugas administratif seperti membantu DAPODIK, mengurus dana BOS, membantu guru-guru yang lain, dan masih banyak lagi tugas lainnya. Banyak guru dan tenaga kependidikan muda yang masih berstatus honorer diberi tugas menumpuk karena tidak ada petugas tata usaha yang mengurus administrasi sekolah, dan karena mereka memang memiliki kemampuan lebih.

 

Pekerjaan Sampingan

Di kabupaten tempat saya mengajar, gaji guru dan tenaga honorer sekitar 300 ribu rupiah per bulan. Di zaman sekarang, uang sebanyak itu tidak cukup untuk membiayai kebutuhan sehari-hari selama satu bulan. Oleh karena itu, banyak guru dan tenaga kependidikan yang mempunyai pekerjaan sampingan di luar sekolah.

Gaji guru dan tenaga kependidikan yang rendah tentu berpengaruh pada kualitas pendidikan di Indonesia. Banyak lulusan sekolah keguruan dan tenaga kependidikan dengan kemampuan yang baik dalam mengajar memilih untuk bekerja di luar bidang pendidikan karena gaji guru terlalu kecil. Akibatnya, banyak guru SD yang latar belakangnya tidak sesuai dengan pendidikan SD.

Pemerintah seharusnya menyediakan alokasi khusus untuk menggaji guru atau tenaga kependidikan honorer di Indonesia. Selain itu, pemerintah juga secara bertahap membuka lowongan PNS untuk guru dan tenaga kependidikan, baik secara umum maupun khusus. Secara khusus maksudnya diberikan kepada guru atau tenaga kependidikan honorer yang telah mengabdi dan berprestasi di sekolah atau di tingkat daerah maupun nasional melalui rekomendasi kepala sekolah. Hal ini diharapkan mampu memberikan semangat kepada guru dan tenaga kependidikan honorer dalam mengajar dan mendidik anak-anak di Indonesia.

 

* Catatan ini ditulis oleh IK, guru SD di Provinsi DI Yogyakarta.

** Semua tulisan yang dipublikasikan dalam Catatan Perjalanan Guru merupakan pandangan penulis, telah melalui proses penyuntingan untuk keperluan penulisan populer, dan tidak mewakili pandangan Program RISE di Indonesia ataupun penyandang dana RISE.


Bagikan Postingan Ini