Tuesday, 28 July 2020

Beri Siswa Kesempatan

Foto ilustrasi: Novita Eka Syaputri

 

Artikel ini merupakan bagian dari seri "Catatan Perjalanan Guru” dengan tema peraturan atau kebijakan yang ingin diubah.

 

Jika saya diberi kesempatan untuk mengganti satu peraturan atau kebijakan di bidang pendidikan, saya ingin mengubah cara penilaian dalam aspek pengetahuan yang selama ini hanya berupa soal-soal konvensional (pilihan ganda, isian singkat, uraian, dan sebagainya). Cara mengukur pengetahuan melalui soal-soal konvensional bukan hal yang buruk, tetapi tidak sepenuhnya mengukur seberapa luas pengetahuan siswa, seberapa baik mereka memecahkan masalah, dan seberapa kreatif mereka memecahkan soal atau masalah.

 

Memahami Cara Berpikir Siswa

Kurikulum saat ini memang mendukung penilaian keterampilan, namun, pada akhirnya tidak dapat dilakukan secara maksimal karena keterbatasan waktu. Seorang murid yang dianggap “kurang mampu” dalam belajar menurut teman-temannya, merasa sangat rendah diri ketika mendapat nilai pelajaran IPA yang buruk. Ia bahkan sampai tidak dapat tidur ketika mendekati waktu ulangan.

Hingga suatu hari kelas kami mengadakan proyek sains sederhana tentang perubahan bentuk energi pada benda-benda yang ada di sekitar. Anak tersebut memiliki cara berpikir yang ternyata begitu berbeda dari teman-temannya. Saat anak-anak yang lain menyebutkan benda-benda sederhana, seperti perubahan energi listrik menjadi energi panas pada setrika, anak ini justru memilih menjelaskan bagaimana jenis makanan yang ia berikan kepada hamsternya mempengaruhi besar kecil energi gerak yang dihasilkan oleh hamster. Dia menyimpulkan bahwa energi kimia dapat mempengaruhi energi gerak pada hamster miliknya.

Dari kejadian inilah saya tersadar bahwa pikiran seseorang tidak bisa dibatasi oleh Kompetensi Dasar yang ditetapkan. Anak tadi mungkin tidak tahu bagaimana blender bekerja atau mengapa lampu dapat menyala – untuk saat ini – karena ternyata ia sedang tertarik belajar tentang makhluk hidup kesayangannya (hamster). Jadi, ketika banyak orang menganggap ia tidak mampu di pelajaran IPA, dapatkah saya menyetujui anggapan tersebut?

 

Mendorong Guru Menjadi Kreatif dan Produktif

Kurikulum sekarang tidak buruk, namun, alangkah baiknya jika siswa juga diberi kesempatan untuk melakukan apa yang ia inginkan, apa yang ia ingin pelajari, dan apa yang ingin ia tampilkan di depan teman-temannya sehingga semua anak dapat menonjolkan diri sesuai dengan hasrat mereka masing-masing. Banyak cara untuk memfasilitasi semua itu; bisa dengan proyek, pembelajaran berbasis masalah, atau lainnya sesuai dengan kreativitas guru.

Memang, hal itu tidak mudah dilakukan dan diperlukan kerja keras serta usaha dari guru. Guru akan dituntut untuk mengatur waktu, memikirkan ide, dan mengeluarkan banyak tenaga. Namun, menurut saya hal ini justru dapat mendorong guru menjadi pribadi yang kreatif dan produktif. Ketika guru menjadi kreatif dan produktif, saya pikir pendidikan di Indonesia juga dapat semakin maju.

Pada akhirnya, pengetahuan yang diperoleh di sekolah tidak berakhir pada kertas ujian dan ijazah saja, tetapi benar-benar bermakna dan bermanfaat bagi generasi sekarang untuk bersaing di dunia global.

 

* Catatan ini ditulis oleh RCA, guru SD di Provinsi Jawa Tengah.

** Semua tulisan yang dipublikasikan dalam Catatan Perjalanan Guru merupakan pandangan penulis, telah melalui proses penyuntingan untuk keperluan penulisan populer, dan tidak mewakili pandangan Program RISE di Indonesia ataupun penyandang dana RISE.


Bagikan Postingan Ini