Monday, 12 October 2020

Belajar Menghadapi Tekanan

Foto ilustrasi: Goldy F. Dharmawan

 

Artikel ini merupakan bagian dari seri "Catatan Perjalanan Guru” dengan tema pengalaman yang kurang menyenangkan selama mengajar.

 

Ada pepatah Cina mengatakan, “Ketika kamu menghadapi tekanan dalam hidupmu, jangan pernah lari. Cari tahu penyebabnya dan temukan solusinya”.

Menjadi pendidik di sekolah berkurikulum nasional plus memang membutuhkan tenaga ekstra, baik dari segi fisik, dalam mengajar, dalam berperilaku, serta dalam memahami karakteristik peserta didik. Tak heran bila guru di sekolah berkurikulum nasional plus menghadapi tekanan lebih tinggi dibandingkan sekolah yang tidak berbayar.

Sekolah tempat saya mengajar menerapkan kurikulum nasional plus, menyediakan fasilitas yang lengkap, dan media pembelajaran yang sangat memadai. Oleh karena itu, sekolah selalu mengutamakan pendapat orang tua murid atau komite sekolah.

Akibatnya, guru menjadi jarang berpendapat atau berbagi cerita tentang tekanan yang didapat dari orang tua murid.

Saya pun pernah mengalaminya sendiri pada tahun pertama mengajar. Saya menemukan orang tua yang kurang aware terhadap perkembangan anaknya, serta kurang peduli dengan keseharian anaknya di sekolah sehingga si anak kemudian bersikap di luar kewajaran demi mendapatkan perhatian.

 

Menghadapi Tekanan dari Orang Tua Murid

Saya pernah stres ketika menghadapi tekanan dari orang tua murid. Di kelas saya kebetulan ada murid yang memiliki kondisi attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) dan sering mengganggu murid yang lain. Orang tua murid yang diganggu pun mengeluh kepada saya selaku wali murid.

Tetapi, saya tidak ingin langsung menyalahkan murid yang memiliki kondisi khusus tersebut. Saya lalu menyelidiki dulu sumber masalahnya agar bisa memberikan solusi yang terbaik.

Saya mengajak bicara orang tua dari anak yang memiliki kondisi khusus, namun, ia tidak percaya bila anaknya bisa melakukan tindakan yang dikeluhkan oleh orang tua lain. Suasana diskusi saat itu sungguh menegangkan karena salah bicara sedikit saja bisa menimbulkan keributan antarorang tua.

Akhirnya, kami semua sepakat untuk membuat buku catatan kejadian yang akan ditulis oleh semua murid di kelas bila anak dengan kondisi khusus tersebut “berulah”. Setelah beberapa hari, orang tua murid tersebut pun akhirnya percaya dan mengubah sikapnya.

Saat menghadapi situasi sulit seperti itu, saya berusaha untuk tidak menyerah dan berdiskusi dengan teman. Mereka berhasil memberikan motivasi kepada saya. Saya juga  mengisi waktu luang dengan melakukan hobi memancing untuk mengalihkan pikiran.

 

Menjadi Lebih Profesional

Selain menghadapi tantangan dari orang tua murid, pengalaman yang kurang mengenakkan lainnya terkait dengan senioritas. Terkadang masih ada guru yang memperlakukan guru lain berdasarkan “status” senior atau junior. Tetapi, saya berusaha untuk menerima saja sehingga tidak pernah menghadapi masalah yang berarti.

Saya anggap semua tekanan yang datang, baik dari orang tua murid maupun sesama guru, sebagai dorongan untuk membuat saya menjadi lebih profesional lagi dalam bekerja. Sebagai seorang profesional, kita harus bisa mengubah masalah menjadi ujian yang harus dituntaskan.

Saya berharap ke depannya bisa menjadi guru profesional yang tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal negatif dari lingkungan kerja.

 

* Catatan ini ditulis oleh TBS, guru SD di Provinsi Jawa Tengah.

** Semua tulisan yang dipublikasikan dalam Catatan Perjalanan Guru merupakan pandangan penulis, telah melalui proses penyuntingan untuk keperluan penulisan populer, dan tidak mewakili pandangan Program RISE di Indonesia ataupun penyandang dana RISE.


Bagikan Postingan Ini