Wednesday, 25 November 2020

Memperingati Hari Guru Nasional di tengah pandemi: Pentingnya membekali guru dengan kemampuan beradaptasi

Foto ilustrasi: Novita Eka Syaputri

 

Artikel ini ditulis dalam rangka Hari Guru Nasional yang diperingati setiap 25 November.

 

Pandemi COVID-19 mengubah penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar (KBM) yang sebelumnya tatap muka di ruang kelas menjadi jarak jauh. Di Indonesia, sekitar 68 juta murid melakukan kegiatan belajar dari rumah dan empat juta guru melakukan kegiatan mengajar jarak jauh.

Walaupun pemerintah telah mengeluarkan panduan pelaksanaan Belajar dari Rumah (BDR), namun, tidak semua murid dapat berpartisipasi karena keterbatasan akses gawai dan internet. Keadaan ini membuat guru harus berpikir lebih keras agar dapat tetap memberikan pembelajaran yang optimal bagi seluruh muridnya meski sedang dalam situasi pandemi.

Studi tentang pembelajaran pada masa pandemi COVID-19 yang dilakukan oleh The SMERU Research Institute (SMERU) menunjukkan banyak guru di wilayah perdesaan di luar Pulau Jawa yang harus mengunjungi murid mereka satu per satu demi melanjutkan KBM. Sebagian guru bahkan harus menempuh jarak hingga puluhan kilometer untuk melakukan pembelajaran tatap muka selama satu jam dengan tiap murid.

Tidak bisa dimungkiri bahwa guru adalah pihak yang memikul beban paling berat dalam pelaksanaan BDR. Guru “dipaksa” beradaptasi secara cepat dalam mengoptimalkan teknologi hingga berinovasi dalam pembelajaran. Minimnya peran kepala sekolah dalam mendukung guru melaksanakan BDR makin menambah beban mengajar guru di masa pandemi ini.

Dalam studi yang sama oleh SMERU, sejumlah guru mengatakan penggunaan teknologi dapat membuat pembelajaran secara daring lebih efektif. Namun, guru-guru senior yang sebagian besar mengaku “gagap teknologi” kesulitan memfasilitasi murid dalam kegiatan BDR. Pada kenyataannya, permasalahan guru dalam masa pandemi ini lebih dari sekadar “gagap teknologi”. Guru tidak memiliki kemampuan beradaptasi untuk menyesuaikan pengajaran dengan kondisi yang ada.

 

“Sudah jatuh tertimpa tangga pula”

Selain harus beradaptasi secara cepat, banyak guru yang kini bekerja melebihi jam kerja normal, dan dipersalahkan oleh orang tua murid karena pembelajaran yang tidak teratur atau tidak efektif. Padahal, selain disebabkan oleh kemampuan mengajar guru yang bervariasi, pembelajaran yang tidak efektif di masa pandemi juga disebabkan oleh faktor-faktor lain, seperti misalnya keterbatasan infrastruktur.

Berdasarkan Surat Keputusan Bersama Empat Menteri, Pemerintah membolehkan sekolah melakukan pembelajaran tatap muka di zona hijau dan kuning dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Kalimantan Utara merupakan salah satu provinsi dengan status zona hijau berdasarkan peta Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Nasional.

Ibu Paulina Melkisidik, guru kelas 3 SDN 002 Malinau Barat, Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara, yang pernah menjadi salah satu narasumber dalam acara Diskusi Pendidikan Program RISE di Indonesia, bercerita tentang pengalamannya menjalankan BDR dan KBM tatap muka di masa pandemi.

“Saat ini saya sudah masuk sekolah [tatap muka] dan mengikuti protokol kesehatan. Murid yang masuk dibagi menjadi dua kelompok. Kami masuk sekolah sejak September [saat itu Malinau zona hijau]. Puji Tuhan sampai hari ini kami masih belajar tatap muka dan situasi baik-baik saja.”

Saat ditanya tentang pengalamannya mengajar selama BDR, Bu Paulina berkata ia menemui banyak kendala, seperti sebagian orang tua murid tidak memiliki gawai dan orang tua murid kerap mengeluh soal membeli paket data internet. Di samping itu, sebagian murid Bu Paulina juga mengikuti orang tua mereka bekerja di ladang—dan tidur di sana—sehingga para guru kesulitan memberikan pembelajaran.

“Yang bisa kami lakukan adalah memberi tugas kepada murid menggunakan buku tematik secara online (grup chat WhatsApp). Ini pun hanya sebagian kecil murid yang mengerjakan.”

Bagaimana dengan murid yang orang tuanya tidak memiliki gawai? Bu Paulina mengunjungi rumah mereka satu per satu untuk memberikan tugas tiap satu minggu sekali.

 

Mengajar di tengah pandemi: Pentingnya kemampuan beradaptasi

Keluhan guru-guru yang “gagap teknologi” dan protes orang tua murid yang merasa guru tidak maksimal dalam mengajar selama BDR sebenarnya bisa menjadi bahan refleksi atas kapabilitas guru. Walaupun pemerintah sudah menyediakan berbagai panduan bagi guru dalam melaksanakan BDR, yang bisa diakses secara gratis, nyatanya masih banyak guru yang kesulitan mempraktikkannya.

Collie dan Martin (2016) menyebutkan bahwa dalam kegiatan mengajar terdapat elemen kebaruan (novelty), perubahan (change), dan ketidakpastian (uncertainty). Itu sebabnya, kemampuan beradaptasi merupakan salah satu kapabilitas yang penting untuk dimiliki oleh setiap guru. Guru harus mampu menghadapi kebutuhan siswa yang berbeda-beda dan berubah-ubah dengan cara menyesuaikan kecepatan pelajaran (lesson pace); mengadopsi bermacam kegiatan sesuai dengan karakteristik siswa; atau mencari rujukan yang tepat agar dapat menjelaskan inti pembelajaran dengan lebih efektif.

Besarnya tantangan yang dihadapi oleh guru-guru Indonesia dalam mengajar di tengah pandemi ini—mulai dari "gagap teknologi” hingga "kebingungan” menciptakan inovasi pembelajaran—menunjukkan bahwa para guru belum memiliki kemampuan beradaptasi yang baik. Guru-guru di Indonesia belum dibekali dengan kemampuan beradaptasi dalam menghadapi kebaruan (teknologi), perubahan (kebijakan), dan ketidakpastian (pandemi).

Situasi pandemi saat ini bisa dimanfaatkan sebagai momentum untuk menyelenggarakan pengembangan profesionalisme guru yang juga mempersiapkan guru terhadap situasi-situasi tak terduga. Sudah saatnya pemerintah berbenah dalam merancang dan mengimplementasikan program pengembangan guru yang berdaya guna dan tidak sekadar mengulang materi yang telah dipelajari guru saat di bangku kuliah.  

 

Murid-murid sudah merindukan guru-guru mereka

Hingga November 2020, sebagian besar sekolah di Indonesia masih belum dibuka dan anak-anak masih melanjutkan BDR–setidaknya hingga akhir tahun ini.

Banyak murid yang sudah merindukan guru-guru mereka dan berharap dapat kembali bersekolah tatap muka. Seorang guru di salah satu SD di Kabupaten Kebumen menugaskan para muridnya untuk membuat pantun. Ini adalah salah satu pantun buatan murid guru tersebut:

Ikan tuna, ikan lou han.
Bila beradu si tuna kalah.
Wahai corona pulanglah ke Wuhan.
Kami rindu ibu bapak guru di sekolah.

Tidak ada yang dapat menggantikan peran guru dalam mengajar di sekolah. Hari Guru yang kita peringati di tengah pandemi kali ini perlu kita isi dengan mengapresiasi berbagai upaya yang sudah dilakukan para guru demi memastikan pembelajaran terus berjalan.

Semoga pandemi ini segera berakhir agar para guru dan murid bisa kembali bertatap muka di sekolah.

Selamat Hari Guru Nasional!

 

 

Daftar Acuan
Collie, R.J. and Martin, A.J., 2016. Adaptability: An Important Capacity for Effective Teachers. Educational Practice and Theory, 38(1), pp.27-39.


Bagikan Postingan Ini